TRIBUN-MEDAN.COM - Freddy Budiman, gembong narkoba kelas kakap berakhir dieksekusi pada 2016 lalu. Ia merupakan salah satu pengedar narkoba terbesar di Indonesia yang memiliki jaringan internasional.
Freedy Budiman dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Terpidana mati tersebut diesksekusi oleh regu tembak bersama 13 terpidana lainnya setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung.
Selama kasusnya mencuat, Freedy Budiman penuh dengan kontroversi.
Freddy Budiman juga menjadi terkenal akibat perlakuan istimewa dengan mendapat ruangan untuk berhubungan seksual, berdasarkan pengakuan kekasihnya sebelum ia dieksekusi.
Ia juga dengan mudah mengembangkan jaringan pengedar dan meracik narkoba sendiri di dalam lapas.
Dikenal sebagai gembong narkoba kambuhan, Freddy Budiman pernah ditangkap pada tahun 2009 karena kedapatan memiliki 500 gram sabu.
Freddy saat itu divonis 3 tahun 4 bulan penjara atas kasus kepemilikan tersebut. Tak butuh waktu lama, Freddy akhirnya kembali berususan dengan aparat di tahun 2011.
Dia kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat ekstasi. Dia juga menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di Lapas Cipinang.
Namun Freddy diketahui masih mengatur peredaran narkoba di balik jeruji. Lapas menjadi ladang baru ia berbisnis narkoba.
Ia tertangkap mengimpor 1,4 juta butir ekstasi dari Tiongkok. Tahun 2014, ia membuat pengakuan mengagetkan kepada Haris Azhar kalau dirinya meminta bantuan polisi, BNN, dan Ditjen Bea dan Cukai untuk memasukkan narkoba ke Indonesia.
Selisih harga yang sangat besar membuat ia mampu menyuap banyak pihak senilai miliaran rupiah. Kepada Haris, Freedy Budiman mengaku siap dihukum mati.
Namun ia prihatin dengan kondisi penegak hukum. Ia pun meminta Haris Azhar yang membacakan pledoinya di pengadilan.
Ketua DPR saat itu, Ade Komarudin bahkan sempat menyatakan semua institusi harus menelusuri tulisan Haris atas kesaksian Freddy.
Namun Haris malah bermasalah akibat tulisannya dan dirinya dilaporkan beberapa institusi ke Bareskrim Mabes Polri.
Sayangnya tulisan Haris ini diviralkan direntang waktu Freddy Budiman akan dieksekusi mati pada Jumat, 29 Juli 2016 di LP Nusakambangan. Kapolri Jenderal Tito Karnavian sempat bereaksi terkait tulisan tersebut.
Tito menilai, cerita yang disebarkan Haris itu memiliki dua kemungkinan, bisa saja benar-benar ada atau cerita itu karangan Freddy untuk menunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
Di akhir menjelang kematiannya tak lantas untuk memilih jalan hijrah. Freddy mengubah penampilannya, yang dulunya memiliki rambut jambul pirang.
Namun, menjelang eksekusi mati dirinya lebih sering memakai kopiah, gamis putih panjang dan memanjang janggutnya.
Ustadz Fatih Karim yang kala itu rutin mengisi kajian agama di Lapas Gunung Sindur mengungkapkan 2 permintaan terakhir Freddy sebelum dieksekusi oleh regu tembak Nusakambangan.
Permintaan Freddy adalah untuk dapat mengucapkan kalimat tahlil dan ingin matanya tidak ditutup saat ditembak mati. Permintaan kedua Freddy pada awalnya ditolak, meski akhirnya dikabulkan.
Bahkan, saat keluarganya datang, Freddy sempat sungkem kepada ibunya sambil meminta ampun karena telah merepotkan selama ini.
Freddy pun berpesan kepada anak-anaknya untuk rajin sholat dan menjauhi dari narkoba. Waktu eksekusi pun tiba, tim regu tembak melontarkan peluru timah ke tubuh Freddy Budiman.
Sesuai keinginan terakhirnya, Freddy dimakamkan di Surabaya, tanah kelahirannya, tepatnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Mbah Ratu, Jalan Demak, di dekat rumahnya di Krembangan, Surabaya.
Bergabung dengan channel ini untuk mendapatkan akses ke berbagai keuntungan:
[ Ссылка ]
Baca selengkapnya di : [ Ссылка ]
#gembongnarkoba #kelaskakap #freddybudiman
Ещё видео!