Anak yang melupakan ibunya
Suatu ketika, Ibu yang sudah tua sedang menunggu telepon dari anaknya. Setiap detik terasa seperti selamanya, menunggu suara yang sangat dirindukannya. Ketika telepon akhirnya berdering, ia segera mengangkatnya, penuh harapan. Namun, tentu saja, harapan itu akan segera teriris oleh kenyataan yang pahit.
“Halo? Anakku? Apakah itu kamu?” Ibu bertanya dengan penuh semangat.
“Halo, Ibu. Apa kabar?” jawab anaknya, suaranya datar.
“Aku sangat merindukanmu. Kapan kamu akan pulang untuk menemui Ibu?” Ibu mengeluh, suaranya mulai bergetar.
Dia menangis dengan suara keras, “Ibu, kamu tahu aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku di luar kota. Saat ini, aku tidak bisa meluangkan waktu untuk pulang.”
Ibu semakin merasa sedih mendengar jawaban anaknya. Air mata mengalir di pipinya. "Tapi, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Ceritakan padaku, berapa banyak yang kamu dapatkan setiap hari?" Ibu mencoba mengalihkan pikirannya dari kesedihan yang mendalam. Namun, jawaban anaknya hanya menambah rasa kosong di hatinya.
“Kenapa kamu perlu tahu itu?” tanya anaknya dengan nada bingung, seolah tidak mengerti betapa berharganya setiap momen bersama.
“Tolonglah, ceritakan kepada ibumu,” Ibu terus mendesak, hatinya bergetar.
“Baiklah. Aku mendapatkan sekitar 200 dolar setiap hari setelah dikurangi taksi,” jawab anaknya pelan.
Suaranya terhenti. “Jadi, biarkan aku membayar 400 dolar.”
“Cobalah untuk pulang selama dua hari. Ibu... Kamu ingin membayar aku untuk mengunjungi ibuku sendiri?”
“Aku akan melakukan apa saja untuk memiliki anakku dekat lagi. Sudah terlalu lama sejak aku melihatmu,” Ibu menangis, air mata mengalir tanpa henti.
“Ibu hanya ingin melihatmu,” katanya dengan penuh harapan. Namun, di dalam hatinya, Ibu tahu bahwa tidak ada jumlah uang yang bisa menggantikan kehangatan dan cinta dalam sebuah pertemuan.
Setelah panggilan berakhir, Ibu menatap dinding kosong di depan, merindukan senyum dan tawa anaknya yang pernah mengisi rumah tersebut. Hari-harinya terasa semakin sepi, dan rasa rindu semakin menyesakkan. Ia mengingat waktu ketika anaknya masih kecil, berlari-lari di sekitar rumah, penuh keceriaan. Namun sekarang, yang tersisa hanyalah kesenduan dan harapan yang semakin memudar.
Di malam hari, Ibu berdoa, berharap agar anaknya segera pulang. Tetapi seiring berjalannya waktu, ibu menyadari bahwa cinta dan perhatian yang ia inginkan lebih berharga daripada uang. Ia menginginkan kenangan, bukan sekadar transaksi. Dijemputnya usia senja, Ibu merindukan kehangatan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan hanya sekadar angka yang diungkapkan dalam percakapan.
#pesanmoral
**Pesan Moral:**
Jangan biarkan kesibukan dan ambisi mengabaikan hubungan dengan orang yang kita cintai. Cinta sejati tidak dapat diukur dengan uang; waktu yang kita luangkan bersama adalah harta yang paling berharga. Dalam setiap detik yang kita miliki, ingatlah untuk memberi dan menerima cinta, karena pada akhirnya, yang kita butuhkan adalah kehadiran, bukan sekadar keterpautan oleh kesibukan.
Ещё видео!