Kesaksian pelaku G30S/PKI ini bikin merinding bulu kuduk. Katanya, sukarelawan dari Gerwani ikut menyiksa Pierre Tendean. Pierre Tendean adalah salah satu Ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution yang dibawa paksa oleh komplotan Gerakan 30 September karena disangka Nasution yang jadi target utama penculikan.
Di Lubang Buaya yang jadi basis komplotan tersebut, Pierre Tendean akhirnya juga dibunuh bersama dengan tiga jenderal yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Tiga jenderal yang berhasil ditangkap hidup-hidup untuk kemudian dibunuh di Lubang Buaya adalah Mayjen Siswondo Parman, Mayjen Raden Soeprapto dan Brigjen Sutoyo Siswomihardjo.
Buku,"Sang Patriot Kisah Seorang Pahlawan Revolusi, Biografi Resmi Pierre Tendean," yang disusun oleh Abie Besman, Iffani Saktya, Irma Rachmania Dewi, Laricya Umboh, Neysa Ramadhani, Noviriny Drivina dan Ziey Sullastri," mengutip penggalan kesaksian atau pengakuan Mayor Udara Gatot Soekrisno, seorang perwira AURI yang terlibat dalam Gerakan 30 September. Kesaksian Mayor Gatot Soekrisno ini diungkapkan di Mahkamah Militer Luar Biasa.
Menurut kesaksian Mayor Gatot Soekrisno, di Mahkamah Militer Luar Biasa, setibanya pasukan penculik di Lubang Buaya, Pierre Tendean dan Brigjen Jenderal Sutoyo dibawa ke rumah Pak Basar di dekat sumur. Setelah itu Gatot kemudian mengirim kurir ke Central Komando (Cenko) dengan pesan pemberitahuan bahwa jenderal-jenderal telah sampai di Lubang Buaya. Menurut Mayor Gatot, Brigjen Supardjo dan Sjam waktu itu menjawab dengan mengirim surat yang berbunyi: "Bereskan.”
Mengenai Pierre Tendean, dalam kesaksiannya, Mayor Gatot sebenarnya sudah meragukan tawanan yang memakai jaket biru dan celana panjang hijau adalah Jenderal Nasution, sasaran yang mereka sasar. Di persidangan, Mayor Gatot mengungkapkan, bahwa ketika itu dia ragu itu adalah Nasution karena Pierre Tendean masih muda dan jelas bukan Jenderal Nasution.
Saat Pierre Tendean diinterogasi oleh Gatot, saat itu Pierre Tendean mengaku hanyalah seseorang yang bertugas sebagai tukang genset di kediaman Jenderal Nasution. Kemudian Gatot sendiri yang pergi ke Cenko untuk memastikan nasib tawanan yang satu ini.
Lalu, sekembalinya dari Cenko, Gatot bertanya tentang orang yang disangka sebagai Jenderal Nasution. Dia pun mendapat jawaban dari gerombolannya, “Sudah dibereskan!”
Masih menurut kesaksian Mayor Udara Gatot, saat itu Pierre Tendean sudah diserahkan kepada Gerwani yang, menurutnya, sudah diberikan obat perangsang dan memang dilatih untuk melakukan penganiayaan seksual. Anggota Gerwani itu sudah dipersiapkan dan dilatih cukup lama, bahkan ada yang sudah enam bulan menjalani latihan di Lubang Buaya.
Mayor Gatot juga mengungkapkan soal Pelda Djahurup dari Cakrabirawa. Kata dia, meskipun dirinya berpangkat lebih tinggi daripada Jahurup, pada saat itu keberadaan pasukan Cakrabirawa lebih memiliki kekuasaan sehingga Gatot kalah pengaruhnya dari Djahurup yang hanya berpangkat pembantu letnan dua. Menurut keterangan Gatot, Pierre Tendeanlah yang paling gigih melawan.
Dalam keadaan jatuh tersungkur, Pierre ditembak tengkuk belakang kepalanya oleh Djahurup karena Djahurup merasa bertanggung jawab atas kegagalan pasukan yang ia pimpin untuk menculik Jenderal Nasution. Pierre Tendean dengan badan yang sudah berlumuran darah diseret ke sumur dan dimasukkan ke dalam sumur tua itu dengan tangan masih terikat ke belakang, dengan posisi kepala terlebih dahulu. Setelah Pierre dilempar masuk, mereka kembali memberondongkan tembakan ke dalam sumur tua sempit itu.
Sementara itu, dalam buku Memenuhi Panggilan Tugas Jilid VI, Jenderal Nasution menuliskan pengakuan anggota Pasukan Gerak Tjepat (PGT), Suprapto dan Suwandi, yang juga hadir di lokasi atau di kediaman Pak Basar, saat itu melihat kedatangan dua tawanan yakni Pierre Tendean dan Brigjen Sutoyo Siswomiharjo yang diikat kaki dan tangannya. Keduanya mendapatkan siksaan dengan kejam. Kepala keduanya dipukul dengan benda tumpul, termasuk popor senapan, hingga muncul luka menganga.
Menurut Suparno, anggota Pemuda Rakyat PKI kedua tawanan tersebut saat datang masih sadar dan bisa berjalan sendiri, lalu mereka ditempatkan di kamar piket. Di antara yang ikut menyiksa keempat perwira Angkatan Darat itu adalah sukarelawati Gerwani.
Dari kamar piket inilah seharusnya Pierre Tendean melihat peristiwa penyiksaan jenderal-jenderal hingga gugur, sebelum akhirnya dirinya juga menjadi korban penutup rangkaian pembunuhan itu.
Sersan Mayor Boengkoes, yang pada dini hari 1 Oktober 1965 bertugas sebagai penculik Mayjen MT Haryono, menceritakan kembali kejadian pagi jahanam di Lubang Buaya. Boengkoes mengaku menyaksikan seorang perwira muda yang diinterogasi di Lubang Buaya. Boengkoes melihat luapan kemarahan para Pemuda Rakyat yang telah menyadari bahwa mereka telah salah menangkap orang selain sasaran sesungguhnya, yaitu Jenderal Nasution.
Ещё видео!