Semangat pembatasan masa jabatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terjadi pasca-amendemen UUD 1945. Adanya pengaruh pembatasan masa jabatan Presiden yang merupakan pemegang kekuasaan eksetutif tidak tak terbatas yang terjadi pada masa itu merasuki pembentukan undang-undang BPK. Seharusnya masa jabatan anggota BPK itu sebagaimana masa jabatan anggota DPR, yakni memegang masa jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih beberapa kali tanpa ada batas waktu yang mencakupinya. Demikian sampai Ahli Hukum Perancangan Perundang-undangan Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto selaku Ahli yang dihadirkan Rizal Djalil (Pemohon) dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) pada Senin (11/03/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pemohon sebelumnya mendalilkan semangat pembatasan masa jabatan Presiden hanya maksimal dua periode adalah mencegah berulangnya kekuasaan yang otoriter pada satu tangan. Namun BPK bukanlah kekuasaan yang dipegang satu tangan, melainkan oleh 9 orang yang berkerja secara kolektif kolegial (Pasal 4 ayat (1) UU BPK) dan juga bukanlah pemegang kekuasaan pemerintahan yang menguasai seluruh lini militer, penegakan hukum hingga sektor ekonomi sumber daya alam.
Hal tersebut dikuatkan dalam keterangan Aan yang menegaskan norma UU BPK yang membatasi kekuasaan dan masa jabatan anggota BPK adalah berlebihan karena tidak memiliki alasan rasional yang logis. Menurut pandangan Aan, berdasarkan kedudukan dan fungsi BPK dalam ketatanegaraan di Indonesia adalah lembaga yang independen dan mandiri. Melalui fungsinya sebagai pengatur anggaran dan pengawasan keuangan negara, anggota BPK memiliki syarat berupa sifat kenegarawanan.
“Karena sejatinya anggota BPK sangat berbeda dengan auditor. Pada seorang auditor ada aspek pertimbangan kepentingan nasional dan luar negeri, sedangkan anggota BPK harus memiliki sifat kenegarawanan. Yang terlihat dari fungsi advisorinya yang dapat memberikan pandangan pada pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangan negara,” terang Aan di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Selain itu, Aan juga menyampaikan bahwa sifat jabatan pada lembaga BPK bersifat majemuk dan kolektif. Pun adanya pembatasan masa jabatan yakni 5 tahun dan kemudian hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, sangat kecil bagi anggota BPK untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan atas jabatannya tersebut. “Jadi, jika dibandingkan masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD jelaslah aturan pembatasan ini bagi anggota BPK tidak adil. Karena terdapat suatu aturan yang tidak konsisten atau variasi aturan yang tidak logis sehingga melahirkan ketidakadilan,” tandas Aan terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 3/PUU-XVII/2019.
Pada kesempatan yang sama, Pemohon juga menghadirkan Anggota I BPK Agung Firman Sampurna selaku Saksi yang menyampaikan berdasarkan struktur organisasi bahwa BPK terdiri atas 9 orang dengan kedudukan sama. Di mana satu orang menjadi ketua dan satu lainnya menjadi wakil ketua, serta tujuh anggota lainnya berperan sebagai auditor. Untuk hal-hal yang bersifat umum dan strategis seperti jadwal, kebijakan, dan strategi pemeriksaan perhatian publik adalah wewenang dari anggota BPK. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kerugian negara serta tanggung jawab keuangan negara maka dipilih tim pemeriksa keuangan negara yang bersifat fungsional.
Sebelumnya Pemohon menyampaikan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108/PUU-X/2012, Mahkamah berpendapat pembatasan masa jabatan Presiden tidak dapat dipersamakan dengan pembatasan yang sama untuk masa jabatan anggota DPR dan DPRD karena sifat jabatan dari kedua jabatan itu berbeda. Presiden adalah jabatan tunggal yang memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, sehingga memang diperlukan adanya pembatasan untuk menghindari kesewenang-wenangan. Adapun anggota DPR dan DPRD adalah jabatan majemuk yang setiap pengambilan keputusan dalam menjalankan kewenangannya dilakukan secara kolektif. Sehingga, sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi kesewenang-wenangan.
Sebelum menutup sidang, Anwar mengingatkan sidang berikutnya akan diselenggarakan pada Senin, 18 Maret 2019 pukul 11.00 WIB `dengan agenda mendengarkan Ahli dari BPK selaku Pihak Terkait. (Sri Pujianti/NRA)
Ещё видео!