TAHUN baru, harapan baru. Selain karena momentum pergantian tahun, ungkapan itu juga sangat relevan dengan situasi bangsa Indonesia saat ini. Kita baru saja melewati panas dan legitnya tahun politik dengan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan wakil rakyat, serta pemilihan kepala daerah secara serentak di 545 wilayah.
Pemimpin-pemimpin baru telah terpilih. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sudah melangkah bersama Kabinet Merah Putih. Para kepala daerah terpilih akan dilantik awal tahun ini, meski jadwal tepatnya belum ditetapkan pemerintah.
Segala yang baru tentunya menawarkan atau setidaknya memberikan harapan tentang keadaan yang lebih baik. Harapan rakyat kepada para pemimpin terpilih juga demikian. Seapes-apesnya, jangan sampai pemimpin yang baru justru membuat kondisi masyarakat menjadi lebih buruk.
Harus disadari, bangsa ini menghadapi tantangan yang tidak mudah tahun ini. Ketidakpastian global masih menggelayut seiring konflik, peperangan, maupun potensinya yang muncul di berbagai belahan dunia. Belum lagi perubahan tatanan perdagangan dunia akibat kebijakan-kebijakan tiap negara yang semakin kental dengan proteksionisme.
Dampaknya turut dirasakan di dalam negeri. Industri melesu. Sebagian ekonom malah menyebut telah terjadi deindustrialisasi selama hampir satu dekade belakangan. Itu sebabnya pertumbuhan ekonomi Indonesia gagal move on dari kisaran 5%, relatif rendah jika dibandingkan dengan potensinya.
Di paling ujung, rakyat yang merasakan pahitnya. Angka inflasi menunjukkan tingkat yang amat rendah, di bawah 2%. Inflasi secara sederhana didefinisikan sebagai kenaikan harga barang maupun jasa.
Tingkat inflasi yang tidak sampai 2% bisa diartikan harga-harga relatif landai, tidak ada lonjakan. Akan tetapi, nyatanya bagi masyarakat kebanyakan, sebagian produk barang dan jasa kian hari terasa kian sulit terbeli.
Situasi itu disebabkan minimnya pengungkit dari sisi pendapatan. Di kelompok pendapatan menengah, masyarakat bukannya makin sejahtera, keuangan mereka justru makin cekak. Hampir 10 juta orang dari kelompok pendapatan 'kaya tidak, miskin juga tidak' itu turun kelas sejak 2019.
Hingga 2024, jumlah kelas menengah masih memperlihatkan tren yang terus menurun. Gelombang PHK turut andil semakin menggerus kelas menengah.
Itu baru sekelumit masalah yang di depan mata. Untuk bisa mengatasi, keberadaan masalah tersebut harus disadari dahulu. Ini sejalan dengan ucapan Presiden Prabowo dalam pidato perdana sebagai Kepala Negara. Prabowo meminta pemimpin jangan terlalu senang melihat angka-angka statistik, padahal belum melihat gambaran sepenuhnya.
Sejurus dengan harapan agar pemerintah mengatasi persoalan, masyarakat juga mesti bergerak. Dalam menghadapi berbagai tantangan yang menghadang, modal bangsa untuk mengatasinya ialah dengan memperkuat solidaritas dan persaudaraan sesama anak bangsa. Hal itu sudah dibuktikan saat bangsa Indonesia melewati berbagai krisis, seperti ketika krisis moneter 1998, krisis ekonomi 2008, bahkan krisis hebat pandemi covid-19 yang melanda pada 2020 hingga 2022.
Tahun baru, harapan baru juga mencerminkan optimisme menyongsong 2025. Jadikan tantangan sebagai pelecut. Akui persoalan agar kita senantiasa waspada dan sigap mengatasi sebelum telanjur memburuk. Pupuk solidaritas untuk saling menguatkan di tahun yang tidak mudah ini. Selamat Tahun Baru 2025.
#bedaheditorialMI #tahunbaruharapanbaru #tahunbaru2025 #videoeditorial #mediaindonesia #metrotv
click our website :
- Media Indonesia: [ Ссылка ]
- E-paper Media Indonesia: [ Ссылка ]
Follow official account MI Com di:
- Twitter Media Indonesia: [ Ссылка ]
- Instagram Media Indonesia: [ Ссылка ]
- Facebook Media Indonesia: [ Ссылка ]
- TikTok Media Indonesia: [ Ссылка ]
Jangan lupa Follow the Media Indonesia channel on WhatsApp: [ Ссылка ]
Ещё видео!