Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUN-VIDEO.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengembangkan tenknologi deteksi dini tsunami berbasis sensor bawah laut.
Hal tersebut dinyatakan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/1/2019).
Perempuan kelahiran Jogjakarta 44 tahun itu mengaku, teknologi tersebut saat ini bari digunakan di dua negara, Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Alat tersebut nantinya bisa memberikan peringatan dini lebih cepat, ketika akan terjadi tsunami yang disebabkan fenomena alam di bawah laut, seperti longsor permukaan laut.
"Sensornya di bawah laut, kemudian bisa segera mengirimkan sinyal ke darat untuk menginformasikan secara dini. Nah itu masih dalam upaya yang akan dikembangkan dan negara lain pun baru Amerika (Serikat) dan Jepang," kata Dwikorita Karnawati.
Menurut Dwikorita, fenomena tsunami saat ini, khususnya yang terjadi di Palu dan Selat Sunda berbeda dengan yang terjadi sepuluh tahun lalu.
Sehingga teknologi deteksi dini harus segera disesuaikan.
Dwikorita menilai, sepuluh tahun lalu, tsunami disebabkan oleh gempa tektonik, jadi alat-alat kita masih berbasis deteksi gempa tektonik yang memperingatkan dalam jarak waktu 3 menit sebelum terjadi.
Sedangkan, tsunami yang disebabkan anomali seperti longsor laut, terjadi sangat cepat, bahkan lebih cepat dari sistem peringatan dini berbasis gempa tektonik.
Oleh sebab itu, penyesuaian alat deteksi dini bencana tsunami berbasis bawah laut harus segera dikembangkan.
Sebagaimana diketahui, di akhir tahun 2018 telah terjadi tsunami di Palu dan Selat Sunda yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan ribuan rumah rusak berat.(*)
Ещё видео!