ACEH MENYERANG PORTUGIS DI MALAKA
Serangan pertama Aceh terhadap Portugis terjadi pada tahun 1537. Ketika itu, Aceh di bawah pimpinan Sultan Salahuddin berhasil menempatkan 3.000 pasukannya di Malaka. Namun penyerangan ke benteng Portugis : A Fomosa, tak membuahkan hasil.
Pada tahun 1547 Aceh sekali lagi menyerang Portugis. Lagi-lagi usaha di bawah pimpinan Alauddin Al-Kahar itu mengalami kegagalan. Meski gagal dan gagal lagi, namun semangat tentara Aceh untuk menyerang orang-orang Feringgi tak pernah pudar. Untuk memperkuat angkatan perang, pada tahun 1561 Alauddin Al-Kahar menjalin kerjasama dengan Kesultanan Utsmani. Sejak saat itu, Aceh sering menerima senjata-senjata mutakhir yang kemudian digunakan untuk melumpuhkan lawan-lawannya. Disamping membangun kekuatan militer, kerjasama ini juga bertujuan untuk memperlemah perdagangan Portugis di Samudera Hindia.
Tahun 1570 Aceh kembali menyerang Portugis. Namun untuk ketiga kalinya mereka gagal mematahkan perlawanan Portugis. Ekspedisi penyerangan selanjutnya terjadi pada tahun 1575 di bawah Sultan Ali Ri’ayat Syah I.
Dalam penyerangan ini, Aceh yang dibantu Johor dan Bintan berhasil merusak beberapa kapal milik Portugis. Tak puas dengan penyerangan tersebut, tahun 1577 Aceh lagi-lagi menyerang Portugis. Namun kali ini giliran Aceh yang mengalami kerusakan fatal.
Pada tahun 1582 dibawah Sultan Alauddin Mansur Syah, Aceh menyerang Johor. Namun karena pertolongan Portugis, Johor dapat mematahkan serangan itu.
Aceh diperintah oleh Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid Al-Mukammil. Dia merupakan seorang pelaut, keturunan raja Darul Kamal.
Tahun 1604, Sayyid Al-Mukammil dikudeta oleh putranya sendiri Ali Ri’ayat Syah III. Pada masa pemerintahannya, giliran Portugis yang menyerang perairan Aceh. Penyerangan itu bermaksud hendak mengambil pulau di lepas pantai, yang akan dipakai sebagai pos perdagangan.
Namun pasukan bergajah Aceh berhasil menghalau Portugis pulang ke Malaka. Hanya tiga tahun memimpin, Ali Ri’ayat Syah III digantikan oleh kemenakannya : Iskandar Muda. Ada yang menyebut ia dikudeta, namun sebagian sejarawan mengatakan Iskandar Muda naik tahta karena penghormatan masyarakat terhadapnya.
Sultan Iskandar Muda merupakan penguasa yang cemerlang s. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menjadi salah satu negeri termakmur di Nusantara. Ia menghidupkan majelis-majelis ilmu dan menegakkan hukum secara bijaksana. Wilayah kekuasaannya-pun cukup luas. Meliputi Semenanjung Malaya : Pahang, Perak, dan Kedah, serta sepertiga pantai timur Sumatera, dari Langkat, Deli, hingga Asahan.
Dia juga berhasil melumpuhkan armada Portugis di Bintan dan menghancurkan Kesultanan Johor. Faktor keberhasilannya tentu karena ditopang oleh armada militernya yang kuat.
Menurut Ricklefs, di masa kepemimpinannya Aceh memiliki angkatan laut yang tangguh, korps gajah, serta pasukan kavaleri yang menunggang kuda-kuda Persia. Ia juga memiliki 2.000 meriam terbaik yang didapat dari sekutu-sekutunya di Eropa. Setelah memperoleh pijakan yang kuat di Semenanjung, Aceh kembali menyerang Portugis di Malaka.
Pada tahun 1629, Iskandar Muda mengirim beberapa ratus kapal dan 19.000 pasukannya ke Malaka. Namun kampanyenya tersebut belum berhasil. Meski dengan armada terbaik yang pernah dimiliki, Aceh lagi-lagi gagal memenuhi ambisinya memonopoli Selat Malaka.
Ещё видео!