Peristiwa yang Terjadi Beberapa Hari Sebelum G30S PKI
Video kali ini akan mengulas tentang beberapa peristiwa yang terjadi sebelum meletusnya peristiwa G30S PKI. Cerita yang akan diulas dalam video ini berdasarkan catatan harian yang dibuat Rosihan Anwar, salah satu wartawan senior Indonesia yang sudah makan melintang sejak zaman perang kemerdekaan.
Catatan harian yang dibuat Rosihan Anwar ini kemudian dibukukan dalam sebuah buku berjudul,"Soekarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965." Nah buku tersebut, berisikan catatan Rosihan Anwar yang rajin mencatat setiap peristiwa yang terjadi di Tanah Air antara tentang tahun 1961 sampai 1965. Termasuk peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah meletusnya peristiwa berdarah G30S PKI yang meletus pada awal Oktober 1965.
Pada tanggal 23 September 1965, Rosihan Anwar menulis catatan berjudul," Partai Murba Dibubarkan. Dalam catatannya, Rosihan menulis, Presiden/Pangti ABRI/Panglima Besar Revolusi/Panglima Besar KOTI Soekarno dengan keputusan Nomor 291/1965 tanggal 21 September 1965 menetapkan membubarkan partai politik Murba, termasuk cabang-cabang atau ranting-rantingnya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Keputusan itu diumumkan oleh Menteri merangkap Jaksa Agung Brigjen Sutardhio di hadapan para wartawan di ruang kerjanya.
Dalam catatannya, Rosihan Anwar juga mengungkapkan, sebuah berita lain walaupun sudah 11 hari lalu adalah tentang Rektor Unas membekukan segala kegiatan apa pun dari HMI di lingkungan Universitas Indonesia. Rektor yang juga menjabat sebagai Ketua Umum HSI atau Himpunan Sarjana Indonesia itu mengatakan keputusan itu diambil sesuai dengan keputusan kongres HSI yang menuntut pembubaran HMI.
Pada tanggal 29 September 1965, Rosihan Anwar menulis catatan berjudul," Aksi Tunjuk Hidung Setan Kota."
Menurut Rosihan Anwar dalam catatannya, tak kurang dari 100.000 massa Jakarta yang dipelopori pemuda, pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Pemuda, PPMI dan MMI, diikuti pula oleh buruh, tani, wanita, sarjana, seniman dan wartawan melakukan aksi tunjuk hidung terhadap setan-setan kota, kaum kabir (kapitalis-birokrat), pencoleng dan koruptor.
Pimpinan delegasi demonstran Itu menyampaikan daftar empat setan-kota kepada Menteri merangkap Jaksa Agung Sutardhio. Keempat setan-kota itu, menurut berita “Antara” ialah Hein Siwu, Dicky Indra Pontoan, Insinyur Husein Aminuddin dan Kapten Iskandar.
Kemudian pada tanggal 30 September 1965, Rosihan Anwar membuat sebuah catatan yang ia beri judul," Ibu Pertiwi Sedang Hamil Tua."
Dalam catatannya itu, Rosihan menyoroti apa yang terjadi dalam kongres CGMI atau Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia, organisasi yang terafiliasi dengan PKI.
Kongres II CGMI dibuka tanggal 29 September dengan dihadiri oleh kira-kira 5.000 mahasiswa. Dapat dimengerti jika para mahasiswa komunis ini menuntut supaya HMI segera dibubarkan sebab HMI di mata mereka sama dengan “Darul Islamnya perguruan tinggi atau setan Universitas”.
Presidium juga memberi amanatnya pada pembukaan Kongres CGMI di Istana Olah Raga Bung Karno. Presiden Soekarno di acara itu menegaskan bahwa mahasiswa yang tidak progresif revolusioner harus ditendang dari kalangan kemahasiswaan sedang kalau ada organisasi mahasiswa yang tidak progresif-revolusioner segera dibubarkan.
Mengenai HMI, Presiden menegaskan kalau organisasi itu nanti ternyata menyeleweng, maka ia sendiri yang akan membubarkannya. Ia telah mencatat gerak-gerik HMI selama ini setelah diperbolehkan oleh KOTRAR untuk jalan terus dan ia tetap akan mengawasinya.
Dalam Rapat Umum CGMI itu, Wakil Perdana Menteri II J Leimena menerangkan supaya jangan mempersoalkan tentang HMI, tetapi dia diteriaki hadirin. Yang menarik ialah ketika Ketua PKI DN Aidit berpidato dan menyatakan kepada para mahasiswa CGMI, mereka itu harus memakai sarung jika HMI tidak dapat dilenyapkan. Ucapan Aidit ini jelas menantang pemerintah yang sampai saat itu menempuh kebijakan tidak membubarkan HMI. Apa sebabnya Aidit menjadi begitu berani? Wallahu “alam.
Sementara itu Anwar Sanusi dari PKI dalam sambutannya pada penutupan Latihan Sukwan Bantuan Tempur BNI mengatakan,“Kita sekarang berada dalam situasi di mana Ibu Pertiwi sedang dalam keadaan hamil tua. Sang Paraji, Sang Bidan sudah siap dengan segala alat yang diperlukan untuk menyelamatkan kelahiran Sang Bayi yang lama dinanti-nanti itu. Sang Bayi yang akan lahir dari kandungan Ibu Pertiwi itu adalah suatu kekuasaan politik yang sudah ditentukan dalam Manipol, yaitu kekuasaan gotong-royong yang berporoskan Nasakom, bersoko-guru buruh dan tani."
"Apa pula arti ucapan Anwar Sanusi ini? Saya tidak tahu, akan tetapi dapat merasakan suhu politik sedang naik," tulis Rosihan Anwar dalam catatan hariannya seperti dikutip dari buku," ,"Soekarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965."
Ещё видео!