Sebuah kontroversi mengemuka jelang penutupan ajang Olimpiade Tokyo 2020 pada 8 Agustus mendatang.
Kontroversi itu datang dari cabang olahraga atletik. Adalah pelari dari Namibia, Christine Mboma yang jadi sorotan.
Mboma seorang wanita pelari di nomor 200 meter.
Usianya baru 18 tahun, namun di ajang Olimpiade Tokyo 2020 yang dihelat 2021 ini, Christine Mboma mampu memecahkan rekor dunia U-20.
Bukan sekali, tetapi tiga kali Mboma sukses memecahkan rekor U-20 tersebut. Pada semifinal, dia bahkan mencatatkan waktu terbaik 21,97 detik dalam lomba lari 200 m putri.
Christine Mboma merebut medali perak Olimpiade Tokyo 2020 di nomor 200 meter pada debutnya ajang olahraga empat tahunan tersebut.
Secara meyakinkan, Christine Mboma mampu mengalahkan catatan waktu beberapa nama pelari top dunia.
Sebut saja, Gabby Thomas yang hanya mampu meraih medali perunggu atau Shelly-Ann Fraser-Pryce yang harus finish di posisi keempat.
Namun, torehan prestisius Christine Mboma itu diiringi catatan bahwa dia memiliki kondisi hiperandrogenisme, suatu kondisi yang menghasilkan lebih banyak testosteron dari biasanya di tubuh seseorang.
Hal ini yang mendorong banyak pihak protes. Satu di antara yang melontarkan kritik tajam adalah mantan sprinter Polandia, Marcin Urbas.
"Saya ingin meminta tes menyeluruh pada Mboma untuk mengetahui apakah dia benar-benar seorang wanita," komentar Urbas dilansir Marca.
Bagi Urbas, kemampuan Christine Mboma memecahkan rekor dunia yunior dengan sangat mudah karena situasi hormonal ini menjadi sebuah bentuk ketidakadilan. "Dengan kemajuan dan peningkatan tekniknya, dia akan segera mencatatakan rekor waktu 21,00 detik di 200 m dan 47,00 detik di 400 m," tambah Urbas.
"Saya akan terus berpikir kalau hal ini adalah jelas-jelas ketidakadilan buat perempuan yang pasti perempuan," kata Urbas.
Baca berita terbaru di IG story: @tribunkaltim
Baca berita terbaru Lainnya di : [ Ссылка ]
Editor: Faizal Amir
#Wanita
#Pelari
#RekorDunia
Ещё видео!