Bali memiliki warisan budaya kuno dan masih bertahan lestari sampai saat ini, salah satunya adalah pengrajin gerabah yang ada di banjar Basangtamiang, desa Kapal, Mengwi, Badung. Pengrajin gerabah yang ada di banjar Basangtamiang, desa Kapal ini merupakan warisan budaya dari para leluhur yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh beberapa pengrajin yang ada banjar Basangtamiang. Gerabah tetap masih diproduksi oleh masyarakat ini, umumnya untuk kebutuhan upacara keagamaan khususnya agama Hindu seperti carat, coblong, cobek, kumba, dulang, pengasepan, jempere, dan lain-lain, disamping untuk kebutuhan yang lain seperti :produk kebutuhan rumah tangga dan benda-benda hias lainnya. Seiring laju berkembangnya pariwisata di Bali, maka permintaan terhadap produk gerabah semakin bervariasi, sehingga jenis produk yang dihasilkan semakin beragam.
Khalayak sasaran program kemitraan bagi masyarakat ini adalah Ni Luh Surati sebagai pengrajin gerabah dan Ni Ketut Ratna yang memasarkan produk kebeberapa tempat seperti pasar tradisional, toko dan warung yang menjual alat-alat kebutuhan upacara keagamaan terutama agama Hindu. Kedua mitra ini berlokasi di banjar Basangtamiang, desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung . Kontribusi mendasar dari program ini adalah untuk dapat meningkatkan pemasaran melalui beberapa sistem pemasaran baik media cetak seperti kartu nama, katalog produk maupun media elektronik, pengelolaan manajemen keuangan dan laporan keuangan terkait pengeluaran maupun pendapatan, meningkatkan dan memperlancar proses produksi, pengadaan bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi, melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal.
Permasalahan yang dihadapi kedua mitra meliputi : Ni Luh Surati sebagai pengrajin : (a) Belum memiliki pembukuan terkait pendapatan, pengeluaran, biaya produksi dan laba ruginya, (b) Sarana dan prasarana yang dimiliki pengrajin masih terbatas, (c) Kesulitan dalam penyediaan bahan baku, karena terbatasnya pemasok bahan baku berupa tanah liat. (d) Sulitnya melakukan pengeringan terutama di musim hujan sehingga proses produksi terganggu, sedangkan Ni Ketut Ratna yang melakukan pemasaran: (a) Belum memiliki sistem pemasaran yang baik seperti media cetak maupun media elektronik, (b) Belum memiliki pembukuan terkait pembelian produk, penjualan produk maupun rugi labanya 3) Kedua mitra kurang memahami makna warisan budaya dan kearifan lokal.
Solusi yang ditawarkan atas permasalahan tersebut adalah : (1) Pendampingan dan membantu dalam pembuatan pembukuan dan laporan keuangan sederhana, (2) Membantu dalam proses pengadaan bahan baku berupa tanah liat untuk memperlancar proses produksi, (3) Membantu memberi pendampingan dalam sistem pemasaran produk agar mampu berkiprah di pasar global, (4) Pendampingan dalam memberikan pemahaman makna warisan budaya dan kearifan lokal.
Rencana target luaran capaian: (1) Publikasi pada media cetak ( sudah terbit ), (2) Publikasi jurnal ilmiah (prosiding ), (3) Peningkatan omset ( 30%), (4) Peningkatan kuantitas dan kualitas ( 20%), (5) Peningkatan nilai aset (40%), (6) Peningkatan pendapatan masyarakat setempat ( 30%).
Ещё видео!