Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima uji materiil aturan syarat remisi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan). Putusan Perkara Nomor 82/PUU-XV/2017 yang dimohonkan Kamaluddin Harahap tersebut dibacakan pada Rabu (31/1) di Ruang Sidang Pleno MK. “Amar putusan mengadili, menolak permohonan Permohon untuk selain dan selebihnya,” ucap Ketua MK Arief Hidayat.
Dalam permohonannya, Mantan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tersebut yang menjadi narapidana tipikor tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 14 ayat (1) huruf i dan k serta penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan. Menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut dinilai bersifat multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum terkait remisi. Selain itu, Pemohon mendapati bahwa aturan tersebut juga tidak mengatur secara tegas batasan tata cara dan syarat pengaturan remisi.
Dalam pertimbangan Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul, uji materi pasal yang sama telah diputuskan dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-XV/2017 tertanggal 7 November 2017. Dalam putusan tersebut, amar menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Oleh karena itu, lanjut Manahan, masalah konstitusional yang dimohonkan pada pengujian adalah sama. Kedua permohonan meminta Mahkamah untuk menafsirkan bahwa remisi yang diatur dalam pasal a quo juga dapat berlaku untuk terpidana kasus korupsi. “Maka pertimbangan pengujian Pasal 14 ayat (1) huruf i UU 12/1995 dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-XV/2017 mutatis-mutandis berlaku pula terhadap permohonan a quo,” ujar Manahan.
Di samping itu, lanjut Manahan, terkait dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan pembebasan bersyarat yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k UU Pemasyarakatan menimbulkan multitafsir. Mahkamah berpendapat penjelasan pasal tersebut telah memberikan pengertian mengenai yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat. Dengan demikian, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh pembebasan bersyarat adalah sama dengan hak untuk memperoleh remisi sebagai hak yang dibatasi oleh syarat dan tata cara tertentu. “Meskipun merupakan hak, namum pembebasan bersyarat tidak bisa diberikan dengan serta-merta, kecuali bagi yang telah memenuhi persyaratan,” urainya Manahan.
Manahan menambahkan bahwa hak narapidana memperoleh pembebasan bersyarat tidak dapat ditafsirkan lain atau diberi pemaknaan berbeda selain yang tersebut dalam norma a quo. Jika benar terdapat perbedaan penafsiran, lanjut Manahan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 32/1999 yang direvisi dengan PP Nomor 28/2006 dan PP Nomor 99/20012 dimaksudkan merupakan peraturan teknis dalam kewenangan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut sebagaimana ditentukan pasal 14 ayat (2) UU Pemasyarakatan.
“Persoalan teknis bukanlah permasalahan konstitusional yang menjadi kewenangan Mahkamah. Dengan demikian, dalil Pemohon bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf k tidak memberikan kepastian hukum, tidak beralasan menurut hukum,” tandas Manahan. (Sri Pujianti/LA)
Ещё видео!