Kuasa Hukum Pemohon dalam Perkara No. 108/PUU-X/2012, Muhammad Sholeh, mengakui pihaknya memang terlambat dalam mengajukan perbaikan permohonan. "Sebagai kuasa hukum saya tahu maksimalnya 14 hari, dan ini sudah lewat waktu," ungkapnya seraya meminta maaf kepada Panel Hakim Konstitusi yang menyidangkan perkara tersebut, Kamis (29/11) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam permohonannya, Pemohon menguji Pasal 51 ayat (1) huruf a sampai dengan p Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif).
Seharusnya, menurut Ketua Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, perbaikan permohonan diserahkan selambat-lambatnya pada 26 November 2012. Sedangkan Pemohon, menyerahkan perbaikannya kepada Mahkamah kemarin, 28 November. "Kalau dihitung tenggang waktu ini saudara sudah melampaui waktu 14 hari," tegas Akil.
Selanjutnya, ujar Akil, hal tersebut akan dipertimbangkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim untuk menentukan agenda berikutnya. "Untuk itu saudara menunggu panggilan selanjutnya," ujar Akil. Pada sidang yang sama, juga dilakukan pengesahan alat-alat bukti dari Pemohon.
Sebelumnya, Sholeh sempat memberikan alasan keterlambatan tersebut. Dia menuturkan bahwa berkas perbaikan permohonan sebenarnya telah dibuat sejak seminggu yang lalu. Dan, dia telah mengirimkan berkas tersebut melalui titipan kilat kepada Pemohon Prinisipal yang berada di Jakarta. Namun sayangnya, Pemohon Prinsipal baru menyerahkan berkasnya kemarin, kepada Mahkamah.
"Saya baru tau kalo baru kemarin itu diserahkan kepada MK," kilahnya. Dia juga beralasan, kalau langsung dikirimkan ke MK, nantinya akan terkendala dalam hal tanda terima berkas. Adapun Pemohon Prinsipal dalam perkara ini adalah Antonius Iwan Dwi Laksono dan Moch. Syaiful.
Para Pemohon sebelumnya mendalilkan UU Pemilu Legislatif yang tidak mengatur pembatasan masa jabatan anggota legislatif di pusat atau daerah. Hal ini memberikan perlakuan diskriminatif warga biasa dengan anggota legislatif yang sudah menjabat berkali-kali. Seharusnya jabatan-jabatan publik yang dipilih langsung rakyat atau tidak dibatasi masa jabatannya. Pembatasan ini penting untuk regenerasi dan agar kekuasaan tidak disalahgunakan. (Dodi/mh)
Ещё видео!