Klenteng Boen Tek Bio adalah klenteng Tionghoa tertua di Tangerang, berlokasi di sudut Jalan Bhakti No, 14 dan Jalan Cilame di kawasan Pasar Lama Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Klenteng Boen Tek Bio diperkirakan berdiri sekitar tahun 1684 oleh para penduduk Kampung Petak Sembilan secara bersama-sama. Pertama berdirinya bentuk bangunan sederhana dari bangunan semi permanen. Ketika awal abad ke 17 mengalami perubahan terhadap bangunan kelenteng karena jalur perdagangan sekitar wilayah Sungai Cisadane mulai ramai.
Perubahan terus terjadi hingga bentuknya yang sekarang. Nama “Boen Tek Bio” memiliki arti secara harfiah, yaitu Boen (benteng), Tek (Kebajikan), dan Bio (rumah ibadah). Secara keseluruhan berarti tempat atau wadah bagi kaum sastrawan yang memiliki kebijaksanaan. Kelenteng tersebut memiliki keterkaitan dengan dua kelenteng lainnya, antara lain Klenteng Boen San Bio dan Kelenteng Boen Hay Bio. Bila dikaitkan dengan kedua klenteng lainnya, kelenteng tersebut memiliki filosofis, yaitu kebajikan setinggi gunung dan seluas lautan. Selain itu, secara Hong Sui (tata letak/geomensi) posisi klenteng Boen Tek Bio bersandar pada gunung dan memandang lautan.
Pendirian Klenteng Boen Tek Bio tidak lepas dari keberadaan orang Tionghoa di Tangerang, dan sejarah Kota Tangerang. Keberadaan orang Tionghoa pertama kali diperkirakan pada tahun 1407 di muara sungai Cisadane (Teluk Naga). Tujuan utama orang Tionghoa adalah menuju Kota Jayakarta karena terjadi kerusakan perahu dan habisnya perbekalan maka terdamparlah di Kota Tangerang. Gelombang selanjutnya orang Tionghoa datang ke Tangerang sekitar tahun 1740 setelah adanya pembantaian orang Tionghoa di Batavia yang berhasil dipadamkan oleh VOC. Mata Pencaharian masyarakat Tionghoa pada saat itu adalah bertani. Pemukiman yang disediakan oleh Belanda untuk masyarakat Tionghoa berupa pondok-pondok sehingga nama pemukiman berawalan pondok seperti Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok Aren dan lain-lain. Wilayah Tegal Pasir (Kali Pasir) didirikan Belanda untuk perkampungan Tionghoa dengan nama lain Petak Sembilan. Seiring perkembangan waktu, daerah ini menjadi wilayah pusat perdagangan (Pasar Lama) di sebelah timur Sungai Cisadane.
Boen Tek Bio merupakan bagian penting dari sejarah Tangerang, khususnya sejarah permukiman kaum Tionghoa Benteng di Tangerang. Bagian tertua dari bangunan ini berasal dari tahun 1775. Klenteng ini mengalami renovasi besar pada tahun 1844, kemudian sayap sisi kanan dan kiri ditambahkan pada tahun1875, serta halaman dalam pada tahun 1904.
Boen Tek Bio memiliki sejarah hubungan yang erat dengan birokrasi pemerintahan kolonial Tionghoa (lihat ‘Kapten Cina') di Tangerang. Para donor untuk tanah makam klenteng pada tahun 1878 mencakup seluruh jaringan opsir Tionghoa di Tangerang:
• Lim Tjong Hien, Kapten der Chinezen
• Lim Mo Gie, Luitenant de Chinezen
• Oey Khe Tay, Luitenant der Chinezen
• Tan Tiang Po, Luitenant der Chinezen
Klenteng ini menerima izin resmi dari pemerintah pada tanggal 6 Januari 1912.
Orang Tionghoa diperkirakan datang dan menetap di daerah Tangerang sejak 1407. Tujuan kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang pada saat itu ialah untuk berdagang. Selama menetap di Tangerang, terjadilah pernikahan antara orang Tionghoa dan orang pribumi. Keturunan hasil perkawinan tersebut hingga saat ini disebut dengan peranakan Tionghoa.
👥 more info: @perpushalwany, @bantenologi5007, @bpkwilayah8
#viharaboentekbio #viharatertuaditangerang #sejarahbanten #kelentengboentekbio #budayabanten #senibanten #budayabanten #wisatabanten #viharakuno #budayaindonesia #jagawarisankita
Ещё видео!