Pesan Gus Baha - Santri Mbah Moen - untuk Para Penghafal Quran
Ketika Nabi wafat, Quran ini mahfuudzun fii shuduurir-rijal (ter-rekam di dada sahabat). Tapi sahabat yang hafal 30 juz itu jarang. Rata-rata riwayat mengira, sahabat yang hafal 30 juz itu sekitar hanya enam sahabat. Termasuk di antaranya: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Sayyidina Ali, Ubay bin Ka’ab. Enam saja, paling spesial cuma dua: Ubay bin Ka’ab dan Abdullah bin Mas’ud. Spesialis al-Quran.
Kenapa yang hafal begitu sedikit? Sementara nanti – di jaman akhir saja – yang hafal Quran mungkin jutaan.
Pernah suatu kejadian, di mana yatabaahat at-taabi’un ‘alash-shahabi. Orang-orang tabi’un itu banyak yang hafal Quran. Periode tabi’in itu banyak yang hafal Quran. Itu bangga sekali karena mereka lebih banyak hafal Quran daripada periode sahabat.
Ketika puncak tabi’in bangga karena hafal Quran lebih banyak dari sahabat, oleh sahabat diejek, diingatkan: “pantas saja kamu menghafalkan Quran mudah, karena kau menghafalkan doang. Kalau aku, begitu satu ayat diturunkan, kulaksanakan. Jadi tidak menghafal ayat berikutnya. Kalau kamu kan sesudah hafal ayat enam, naik ayat tujuh. Setelah enam kemudian delapan”.
Contoh mudah begini: misalnya Anda menemui (masa,ed) Nabi. Ada khithab: "..wa jaahiduu bi amwaalikum wa anfusikum.." (QS. at-Taubah: 41). Kamu harus jihad. Tidak sampai dihafalkan, harus menyiapkan alat perang, harus datang di Badar, di Khaibar, di Khandaq. Itu kan memakan waktu berbulan-bulan. Pantas saja tidak bisa naik kelas (hafalannya,ed.).
“Kunna na’malul qur-aan qabla an-nahfadzahu, wa anta tahfadzul qur-aan qabla an ta’malahu”. Ini diingat-ingat untuk para hafidz. Biar para hafidz itu tidak besar kepada, tidak sombong, itu ingat-ingat nasehat sahabat. “kita itu harus melaksanakan (Quran) langsung sebelum kita menghafalnya. Kalau kamu menghafalkan (Quran) dulu, sebelum melaksanakan(isi,ed.)nya.
Ada suatu kejadian, di mana sahabat itu – mau tidak mau – harus melaksanakan Quran dulu. Misalnya diminta Hijrah. “Waman yuhaajir fii sabiilillahi yajid fiil ardhi muraaghaman katsiiran wasa’atan…” (QS. An-Nisa’: 100). Untuk sekadar Hijrah, itu susahnya bukan main. Secara teknis, untuk bisa hijrah itu Kanjeng Nabi jarus punya bekal. Saat keluar, harus bisa selamat dari intaian orang kafir (non-muslim yang memusuhi Nabi,ed). Dan butuh penunjuk jalan Makkah menuju Madinah. Karena Nabi sendiri itu Ummy. Sehingga Abu Bakar mesti menyewa Abdullah bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan. Harus ada transit. Yaitu yang terkenal, Nabi transit di Goa Tsur. Kalau kelaparan dikirim (makanan,ed.) oleh Sayyidah Asma’ binti Abu Bakar.
Artinya: dari proses sejarah ini tidak mungkin langsung menghafalkan ayat berikutnya. Karena kemudian yang terjadi adalah satu ihwal, satu perilaku. Paham, ya? Sehingga sahabat yang hafal Quran itu jarang.
Ikuti update kami di berbagai kanal media sosial:
Website: www.nu.or.id
Twitter: [ Ссылка ]
Instagram: [ Ссылка ]
Facebook: [ Ссылка ]
#Gusbaha #Alquran #Hafidz
Ещё видео!