TRIBUN-VIDEO.COM – Pernahkah Anda mendengar atau bahkan berkunjung ke Danau Wae Ela?
Salah satu spot wisata yang terletak di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah ini menjadi destinasi para wisatawan karena keasriannya.
Namun siapa sangka, danau yang tenang ini terbentuk dari sebuah bencana alam yang terjadi pada 2012 silam.
Kepada TribunAmbon.com, salah seorang warga Negeri Lima, Arif Soumena menuturkan awal mula kejadian tersebut.
Pada suatu pagi di 2012, warga desa tersebut hendak melakukan rutinitas, seperti mandi dan mencuci.
Mereka dikagetkan dengan sungai Wae Ela yang hampir tak dialiri air.
Melihat fenomena yang belum dikatahui sebabnya itu, warga pun panik, bahkan ada yang menangis.
“Saat runtuh warga panik, ketika mereka turun ke sungai; ada yang mau mandi, dan sebagainya. Mereka panik, bahan ada yang menangis ketika melihat sungainya sudah kering,” ucap Soumena ketika diwawancara TribunAmbon.com di lokasi, Minggu (12/6/2022).
Setelah dicek, dengan menyusuri jalur sungai, didapati material berupa batu, tanah, pasir, batang pohon menghalangi aliran air.
Ternyata, satu dari tiga gunung di Negeri Lima mengalami longsor hebat.
Aktivitas penebangan liar, curah hujan yang tinggi, serta derajat kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tinggi dicurigai sebagai faktor penyebab terjadinya longsor.
Akibat longsoran tersebut, maka terbentuklah waduk yang menampung air kurang lebih jutaan meter kubik di dalamnya.
Waduk itu kemudian diberi nama Natural Dam Wae Ela oleh Pemerintah Provinsi Maluku, pada masa kepemimpinan Karel Albert Ralahalu, dan dijadikan sebagai destinasi wisata.
Bahkan, Gubernur Karel pernah melepaskan sebanyak kurang lebih 30.000 ekor bibit ikan di dam tersebut.
Untuk mengantisipasi tingginya muka air, dikarenakan intensitas curah hujan tinggi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maluku memasang pembatas (pasangan batu kali).
Kurang lebih setahun setelah air sungai yang terhalang bongkahan gunung itu jebol dan menghantam hampir setengah dari Negeri Lima.
Musibah yang terjadi pada 25 Juli 2013 ini menyapu setidaknya 300 rumah warga.
Setelah kejadian naas yang memakan 1 korban meninggal dunia, 1 dinyatakan hilang, dan puluhan warga luka-luka itu menyisakan luka warga Maluku.
Kini, hampir sembilan tahun berlalu, waduk itu masih terbentuk.
Sekitar 50 persen material sisa longsor silam masih menghalangi aliran sungai.
Kini danau dengan luas kurang lebih 300m itu dijadikan sebagai destinasi wisata bagi warga lokal.
Keindahannya terdengar hingga seantero masyarakat Maluku, menjadikan tempat ini kerap dikunjungi, terlebih di akhir pekan.
Ragam Aktivitas yang Bisa Dilakukan di Danau Wae Ela
Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di danau yang dikelilingi pepohonan ini.
Muda-mudi yang datang berkelompok memilih mendirikan tenda dan berkemah, menghabiskan semalaman sambil membuat api unggun.
Pagi harinya sekitar pukul 07.00 WIT, pelancong berdatangan untuk memancing Ikan Mujair.
Ada yang dilakoni sekadar hobi, ada juga hasil tangkapannya untuk dikonsumsi.
Di jam yang sama, terlihat pasangan sejoli dengan romantisnya mengambil perahu yang terbuat dari ranting pohon sagu.
Mereka adalah warga lokal yang menggunakan perahu untuk transportasi ketika melewati danau menuju ke kebun.
Mereka menyusuri danau dengan membawa sejumlah anakan tanaman umur panjang, seperti Cengkih dan Pala.
Jika musim panen tiba, berkarung Pala turut dimuat di atas perahu itu.
Selain sebagai alat transportasi tani, perahu juga kerap digunakan pengunjung sebagai wahana bermain di danau.
Entah disewakan, atau dipinjam dari warga lokal, namun tetap menjadi salah satu aktivitas favorit yang mesti dilakukan.
Ketika berkunjung di danau ini, hal yang tak boleh dilewatkan juga, yakni memancing.
Bagi sebagian orang, mamancing dilakoni sebagai aktivitas olahraga, bahkan hobi.
Namun, bagi sebagian orang justru hal ini selain menyenangkan juga mengenyangkan.
Terutama bagi pengunjung yang berkemah di sana.
[ Ссылка ]
Ещё видео!