MA'DONG Di Tampo Mengkendek Tanah TORAJA prosesi pemakaman LINCE BUTTU
“Melaksanakan Ma’badong dengan melingkar dan
berpegangan tangan, tidak boleh dilaksanakan jika tidak ada
orang mati yang akan dipesta, dan harus menyediakan minimal
3 kerbau”.
Bagi Tato’ Dena’ aturan-aturan dalam melakukan
Ma’badong adalah Sesuai dengan aturan pesta rambu Solo.
Ma’badong adalah salah satu bagian dari Rambu Solo’ jadi
syaratnya itu khusus untuk orang mati. Tidak boleh untuk
Rambu Tuka’ (pesta sukacita). Jadi aturan-aturannya itu
memang mengikuti aturan-aturan Rambu solo’ menyangkut
yang meninggal ini karena menyangkut rohnya sesuai
kepercayaan Aluk Todolo diangkat ke Puya. Jadi ia berangkat
dengan sajian-sajian dari keluarga dan bekal-bekal yang telah
disiapkan oleh keluarga. Itu diantar dengan sebuah puisi. Dia
diantar dengan penuh kelegaan. Tidak ada lagi yang mengikat.
Hal ketiga yaitu syair dari Ma’badong. Syair dari nyanyian
pada Ma’badong menurut Luther Balalembang adalah “sastra
yang menceritakan kelahiran manusia dari mengidam hidup
sampai meninggalnya. Menggunakan sappak tomali’ tidak
banyak orang yang bisa menghafal, serta menyesuaikan
dengan kastanya. untuk bangsawan bukan buah yang dipake
mamanya mengidam tapi dari madu , susu dan beras ketan.
Untuk kasta rendah memakan buah. Katanya juga manusia
berasal dari langit. Dikirim dari langit ke kandungan manusia”.
Hal keempat yang menjadi makna denotasi Ma’badong
adalah waktu pelaksanaan. Menurut Luther Balalembang
waktu pelaksanaan “saat menyambut tamu pada saat upacara
kematian. sesuai dengan kriteria berapa jumlah kerbau.
Minimal 3 kerbau. Hampir diseluruh daerah toraja dan
dilarang Ma’badong setelah orang matinya dikubur”.
Hal kelima yang menjadi makna denotasi dari Ma’badong
adalah lokasi pengadaan Ma’badong. Lokasi Ma’badong
Ещё видео!