Video ini dibuat pada perjalanan PALASOSTIK Tahun 2014 dan 2016 yang akan di tayangkan pada saat Seminar Nasional PALASOSTIK tentang Hak Kelola Suku Madras di TNKS pada tanggal 27 April 2017. Berikut Deskripsi tentang Suku Madras di Desa Sungai Lisai ;
Desa Sungai Lisai adalah Desa dengan mayoritas masyarakatnya berasal dari suku Madras. Secara administratif masuk kedalam Provinsi Bengkulu, Kabupaten Lebong. Saat ini masyarakat Desa Sungai Lisai berjumlah 70 Kepala keluarga dengan jumlah penduduk 274 Jiwa yang bergantung hidup dari hasil pertanian dengan komoditas utama adalah tanaman padi, kopi, nilam dan sayuran. Masyarakat Desa Sungai Lisai lebih dulu menempati kawasan yang sekarang ditetapkan sebagai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), secara regulasi dan aturan bahwa masyarakat Desa Sungai Lisai tidak diperbolehkan Bermukim dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada didalam kawasan TNKS. Pada awalnya di Desa Sungai Lisai hanya orang-orang yang berasal dari Madras, namun lama kelamaan khususnya setelah tahun 2009 tepatnya setelah terjadinya perpindahan Desa Sungai Lisai dari Kabupaten Merangin Provinsi Jambi pindah ke Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu perpindahan tersebut terjadi karena keinginan sendiri yang timbul dimasyarakat Desa Sungai Lisai dengan alasan bahwa jarak yang terlalu jauh dan tidak adanya akses transportasi menuju Jambi selain harus melewati jalur hutan yang memakan waktu hingga 2 hari jika dari Desa Sungai Lisai Menuju Madras. hal itulah yang pada akhirnya membuat sebagian besar masyarakat Desa Sungai Lisai ingin pindah ke Kabupaten Lebong, yang pada akhirnya bisa terwujud pada tahun 2009 dengan adanya jejak pendapatan mengenai perpindahan tersebut dari Pemerintah Kabupaten Lebong sendiri dihadiri langsung oleh Bupati Lebong saat itu Dalhadi Umar sedangkan dari Merangin diwakili oleh Camat Jangkat.
Masyarakat Desa Sungai Lisai sejak dahulu hingga saat ini masih hidup secara tradisional hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya sarana transportasi yang memadai dan juga sarana komunikasi yang tidak ada. Hal itu membuat sulitnya masuk berbagai budaya yang merusak seperti pergaulan bebas di kalangan generasi muda seperti yang terjadi pada masyarakat perkotaan, kemudian faktor yang kedua yang palimg penting disebabkan oleh masih kuatnya adat istiadat yang menjadi kebiasaan masyarakat Desa Sungai Lisai dimana masyarakat luar yang datang tidak bisa seenaknya membawa kebiasaan-kebiasaan yang melanggar aturan dan kebiasaan yang ada di Desa Sungai Lisai. Hal itu juga membuat kawasan hutan dan Sungai di sekitar kawasan Sungai Lisai tetap terjaga dengan baik. Hasil metode penelitian PRA di masyarakat Desa Sungai Lisai ternyata menemukan beberapa gejala permasalahan di masyarakat yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kondisi masyarakat Desa Sungai Lisai yang kesulitan dalam memperoleh akses kesehatan, pendidikan, ekonomi serta saranna dan prasarana umum yang disebabkan oleh terisolirnya keberadaan desa tersebut.
2. Adanya keresahan masyarakat Desa Sungai Lisai yang menempati kawasan Taman Nasional sebagai tempat hidup, karena belum ada informasi tentang payung hukum untuk menempati kawasan Taman Nasional secara permanen.
3. Banyaknya perambah hutan oleh masyarakat dari luar desa Sungai Lisai yang melakukan pembukaan lahan. Hal itu terjadi karena masyarakat Sungai Lisai takut melarang mereka, dikarenakan masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam pengawasan dan justru semakin takut akan ancaman perambah.
Cara terbaik dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi tersebut adalah dengan duduk bersama dan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan menyeluruh dengan tidak hanya mempertimbangkan kelestarian hutan semata. Tetapi juga dengan mempertimbangkan keberlangsungan hidup masyarakat yang ada disekitar kawasan dan di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Ещё видео!