Pura Kahyangan Jagat Samuantiga Bedulu, yang merupakan tempat suci yang menjadi cikal bakal lahirnya desa adat melalui pesamuan yang dilakukan pada pada ke sepuluh silam
Melalui pesamuan itu, mampu dilakukan rekonsiliasi dan penyatuan umat, dengan mengedepankan karifan lokal Bali. Penyatuan sejumlah sekte yang beragam keyakinan dengan argumentasi yang cenderung mengusung fanatisme sempit, akhirnya disepakati " penyatuan" melalui pembangunan Pura Kahyangan Tiga di masing masing desa adat itu sendiri, serta pembangunan tempat suci di masing masing keluarga dengan Pelinggih Rong Tiga yang disebut sebagai penerapan Pura Kahyangan Tiga di keluarga.
Karena kemampuannya mempersatukan berbagai perbedaan sekte di masa kepemimpinan Raja Udayana itu, banyak perbedaan diadopsi. Bahkan hingga saat ini beragam seni dan budaya masih dapat dijumpai dalam aktivitas sehari-hari di Pura Kahyangan Jagat Samuantiga. Termasuk wujud dan bentuk persembahan banten. Salah satunya Banten dangsil, yang sampai saat ini belum banyak yang memahami Banten dangsil. Sehingga masih ada pula yang mampu memaknai banten dangsil yang ada di setiap upacara di Pura Samuantiga.
Melihat perjalanan sejarah panjang Pura Kahyangan Jagat Samuantiga, maka tidak berlebihan, jika disebutkan Pura yang ada di wilayah Desa Adat Bedulu ini, memiliki peran dan fungsi strategis dalam menjaga serta membangun Bali. Terlebih Bali kini dihadang berbagai persoalan seiring dengan keterbukaannya terhadap kaum pendatang, yang cenderung membawa budaya dan keyakinan yang berbeda dengan budaya Bali yang berlandaskan pada Agama Hindu serta bernafaskan kearifan lokal yang diwariskan leluhur sejak di masa lampau sejarah Bali.
Ещё видео!