Di hadapan panel hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Beni Dikty Sinaga mewakili kesebelas LSM, antara lain, Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Farmer Initiative for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran panel hakim pada sidang pendahuluan yang digelar Kamis (7/11) lalu.
Perbaikan-perbaikan dimaksud antara lain terletak pada kedudukan hukum Para Pemohon dan redaksional penulisan pasal-pasal dalam permohonan. "Kami sudah perbaiki sesuai dengan saran majelis hakim pada sidang sebelumnya," ujar Sinaga kepada panel hakim yang danggotai Muhammad Alim dan Ahmad Fadlil Sumadi, Rabu (20/11).
Selain menyampaikan perbaikan permohonan, pada sidang kali ini sebanyak enam belas bukti yang diajukan oleh Para Pemohon disahkan langsung oleh Patrialis. "Bukti P1 sampai dengan P16 yang diajukan Pemohon saya sahkan," tukas Patrialis sembari mempersilakan Pemohon mengajukan bukti tambahan bila ada pada persidangan selanjutnya. Sinaga merasa dirugikan salah satunya dengan diberlakukannya Pasal 59, khususnya sepanjang frasa "hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan".
Menurut Sinaga, frasa tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sinaga juga menyatakan bahwa hak sewa dapat diartikan petani menjadi petani penggarap yang membayar sewa kepada negara itu merupakan ketentuan yang melanggar prinsip dari hak menguasai negara. Seharusnya, negara tidak memiliki tanah garapan tersebut namun negara seharusnya hanya merumuskan kebijakan, melakukan pengaturan, melakukan pengurusan, melakukan pengelolaan, dan melakukan pengawasan.
Bahwa pembatasan hak atas tanah petani yang diperoleh melalui redistribusi tanah, berdasarkan hak sewa dan izin merupakan bentuk dari tidak adanya upaya negara melakukan redistribusi tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. "Berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan di atas, pemberlakuan Pasal 59 undang-undang a quo, sepanjang frasa 'hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan' bertentangan dengan prinsip atau konsep Hak Menguasai Negara (HMN, red) dan tidak ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, Pasal 59 UU a quo bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945," jelas Sinaga pada sidang sebelumnya.
Pasal 59 UU a quo berbunyi sebagai berikut.
Pasal 59
Kemudahan bagi Petani untuk memperoleh lahan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) huruf a diberikan dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan
Selain itu, Para Pemohon juga beranggapan bahwa Pasal 59 UU a quo sepanjang frasa yang sama bertentangan dengan Pasal 28d ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Para Pemohon berargumen bahwa Pasal 44 dan 45 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur hak pakai yang mempunyai hak sifat-sifat khusus disebut tersendiri. Hak sewa sejatinya hanya disediakan untuk bangunan-bangunan, sedangkan hak sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat sementara. (Yusti Nurul Agustin/mh)
Ещё видео!