Upaya Mengatasi Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Merauke, Papua – Dalam upaya memerangi korupsi yang kerap terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa, Pemerintah Kabupaten Merauke mengadakan pelatihan antikorupsi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kegiatan ini merupakan respons terhadap temuan yang menunjukkan bahwa pengadaan barang dan jasa menjadi sumber utama praktik korupsi di wilayah Papua.
Proses pengadaan barang/jasa di wilayah Papua mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang telah mengalami perubahan, serta Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 yang khusus mengatur pengadaan barang/jasa untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 juga berlaku untuk daerah-daerah baru hasil pemekaran di Provinsi Papua dan Papua Barat hingga diterbitkannya peraturan presiden pengganti yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di wilayah tersebut.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Merauke, Steven Umbora, menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang peraturan pengadaan barang dan jasa yang telah diatur dalam Perpres Nomor 17 tahun 2019.
Umbora juga mengungkapkan bahwa masih banyak perusahaan yang mengaku sebagai milik Orang Asli Papua (OAP) namun pada kenyataannya bukan.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan, serta memastikan bahwa pelaku usaha OAP mendapatkan kesempatan yang adil.
Selain itu, pelatihan ini juga diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa.
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, menambahkan bahwa pemerintah pusat telah memberikan penekanan pada pengurangan biaya tinggi dalam pengadaan barang. Beliau juga mengingatkan bahwa semua aset yang dibeli dengan uang negara adalah milik pemerintah dan tidak boleh diklaim sebagai milik pribadi.
Pelatihan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya OAP.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat memberikan perhatian khusus kepada Orang Asli Papua (OAP) dalam proses pengadaan barang dan jasa. Berikut adalah elaborasi mengenai keterlibatan OAP dalam Perpres tersebut:
Pengadaan Langsung: Perpres ini memfasilitasi pengadaan langsung barang dan jasa oleh pengusaha OAP hingga nilai Rp 1 miliar, serta jasa konsultasi hingga Rp 200 juta.
Tender Terbatas: Menyediakan tender terbatas yang hanya dapat diikuti oleh pelaku usaha OAP untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai antara Rp 1 miliar hingga Rp 2,5 miliar.
Pemberdayaan Pengusaha Lokal: Perpres ini juga mendorong pemberdayaan pengusaha lokal melalui kemitraan dan subkontrak, khususnya bagi pelaku usaha yang aktif selama 1 tahun dengan kepemilikan saham minimal 50%.,
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada OAP dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, mendukung pembangunan ekonomi lokal, dan mempercepat pembangunan kesejahteraan di wilayah Papua dan Papua Barat. Ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan partisipasi dan kesejahteraan OAP dalam pembangunan daerah mereka.
Orang Asli Papua (OAP) adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengakui kelompok etnis asli yang berasal dari rumpun ras Melanesia di Pulau Papua. Berikut adalah beberapa poin penting tentang OAP:
Definisi: OAP didefinisikan sebagai orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari berbagai suku-suku asli di Pulau Papua dan/atau yang diterima serta diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat hukum adat Papua. .
Undang-Undang Otonomi Khusus: OAP diakui secara hukum melalui Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang pertama kali dikeluarkan pada tahun 2001 dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001.
Keturunan: Status OAP seringkali diwariskan melalui garis patrilineal, yang berarti dari ayah ke anak. Namun, status OAP juga bisa diberikan berdasarkan pengakuan dari Masyarakat Adat di Papua.
Populasi: Menurut Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah orang Papua sebanyak 2.693.630 jiwa, yang merupakan sekitar 1,14% dari total penduduk Indonesia saat itu.
Pengakuan dan Hak: OAP memiliki hak khusus dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan partisipasi dalam pembangunan di wilayah Papua.
Ещё видео!