sebagaimana disebutkan pada pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
“Walaupun sama-sama pelaku kekuasaan kehakiman, fungsi dan karakteristik antara MA dengan MK berbeda. MK mengawal Konstitusi, sementara MA mengawal UU,” ujar Anwar di hadapan para mahasiswa.
Kewenangan MK
Anwar melanjutkan, berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 hasil amendemen, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain kewenangan tersebut, MK juga memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Anwar pun menjelaskan kewenangan MK dalam pengujian UU. Sebuah UU hasil kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan, bisa dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi hanya oleh permohonan seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU.
Kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945 adalah memutus pembubaran partai politik. Dengan amendemen UUD 1945 maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden. MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD. Misalnya Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Kewenangan MK yang terakhir adalah memutus pendapat DPR, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran menurut UUD.
Anwar pun memerangkan proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum perkara diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri dua per tiga dari seluruh anggota DPR, dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ещё видео!