Hairus Salim dalam “fatwa Facebooknya”, 12 Februari 2019, menjelaskan soal peta intelektual muslim, dilihat dari tempat mereka belajar, yakni Timur Tengah dan Barat. Menurutnya, alumni Timteng seperti Mesir dan Saudi Arabia lebih populis dan berpengaruh dibadingkan alumni Eropa, Amerika atau Australia. Alumni Barat, menurut Salim, lebih akademis dan elitis.
Fatwa tersebut diberi syarah oleh pengasuh pesantren daring Kiai Ulil Abshar Abdalla. Menurutnya, ada yang luput dalam peta inteletual yang diamati Hairus Salim, yaitu alumni pesantren yang lebih piawai bekerja di sektor informal yang langsung menguasai “hajat hidup keagamaan” orang banyak.
Di antara alumni pesantren yang dimaksud Ulil, salah satunya, menurut saya adalah Gus Baha. Ia belum pernah belajar di Timteng dan Barat, tetapi kapasitas keilmuannya tidak diragukan dan popularitas serta pengaruhnya mulai diperhitungkan.
Gus Baha atau Bahauddin adalah putra Kiai Nur Salim, pengasuh pesantren Alquran di Kragan, Narukan, Rembang. Kiai Nur Salim adalah murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Bersama Kiai Nur Salim inilah Gus Miek (KH Hamim Jazuli) memulai gerakan Jantiko (Jamaah Anti Koler) yang menyelenggarakan semaan Al-Qur’an secara keliling. Jantiko kemudian berganti Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah jadi Dzikrul Ghafilin. Kadang ketiganya disebut bersamaan: Jantiko-Mantab dan Dzikrul Ghafilin.
Mencermati kesan dari para muhibbin atau fans Gus Baha, mengikuti pengajiannya itu menyenangkan. Islam menjadi terasa begitu mudah dan lapang. Ger-geran menjadi bagian tak terpisahkan dari isi ceramahnya yang mendalam dan luas.
Diam-diam, Gus Baha juga menjadi inspirasi bagi para santri pesantren salafiyah (tradisional), bahwa kedalaman ilmu seorang santri, pada akhirnya akan melampaui gelar-gelar akademik.
Gus Baha adalah sosok yang sederhana. Ada cerita tentang pernikahannya yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi para “pejuang Islam” yang masih sorangan wae (jomblo). Ia dijodohkan oleh pamannya untuk menikahi seorang Ning, putri salah seorang pengasuh pesantren Sidogiri.
Sebelum akad nikah, Gus Baha menghadap calon mertuanya untuk meyakinkan bahwa beliau tak salah pilih menantu. Ia menjelaskan dirinya yang jauh dari kemewahan dan hanya bergumul dengan dunia keilmuan. Dijelaskan seperti itu mertuanya malah semakin yakin tak salah pilih. “Klop,” katanya dengan mantap.
Saking sederhanya, sampai saat ini hanya ada satu artikel tentang Gus Baha yang lumayan lengkap dan di-copy paste dalam berbagai media termasuk dirujuk dalam artikel ini. Belum tersedia semacam biografi yang komprehensif yang menjelaskan sosok kiai pesantren yang alim ini.
Kiai kelahiran 1970 ini memilih Yogyakarta sebagai tempatnya memulai pengembaraan ilmiahnya. Pada tahun 2003 ia menyewa rumah di Yogya. Kepindahan ini diikuti oleh sejumlah santri yang ingin terus mengaji bersamanya.
Mereka menyewa rumah yang tak jauh dari kediamannya. Ketika ayahnya wafat pada 2005, ia harus kembali ke Kragan, tetapi pengajiannya di Yogyakarta tetap berlangsung sebulan sekali. Para muhibbin Gus Baha dengan tekun mengikuti pengajian bulanan itu di Pesantren Izzati Nuril Qur’an Bedukan, Pleret, Bantul.
Ia juga mengampu pengajian tafsir di Bojonegoro. Atas permintaan Kiai Sahal Mahfudh, Gus Baha juga mengajar ushul fiqih di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati.
Pilihannya memulai “karir” di Jogja sungguh tepat. Di Kota Gudeg ini ia bersua intelektual dari berbagai disiplin ilmu yang semakin mengasah kepakarannya. Kadang ia diledek juga, “Kiai, Anda ini bacaannya luas kok tetap memilih NU?”
Gus Baha menjawabnya ringan, “Memangnya kalau saya tetap NU, jadi problem?”
Di Kota Pelajar ini ia misalnya membentuk “Kajian Kematian” bersama para doktor dan profesor. Karena hidup di dunia yang sebentar saja dipersiapkan begitu serius, maka kehidupan akhirat yang jauh lebih lama, tentu harus dibahas dan dikaji lebih serius lagi.
Tanpa terekam media, termasuk di lingkungan NU, Gus Baha “keluyuran” dari satu pesantren ke pesantren lain, memberikan paparan tentang tafsir dan hadis. Misalnya di Pesantren Sidogiri, ia mengisi Pengaruh Israiliyat Terhadap Penafsiran Alquran. Kali lain ia menyampaikan paparan dalam seminar tafsir dan hadits di Pesantren Fathul Ulum, Kwagean, Kediri. Di Ma’had Ali Pesantren Maslakul Huda ia mengkaji Kontekstualisasi Ayat-Ayat Perang dalam sebuah Muhadloroh ‘Ammah
gus baha,gus baha terbaru,gus baha',gus baha rembang,ngaji gus baha',gus baha' terbaru,ngaji gus baha,gus baha' lucu,gus baha' rembang,pengajian gus baha',gus baha' tafsir jalalain,gus bahak,gus baha mp3,gus baha baru,gus baha 2018,gus baha 2019,gus baha full,gus baha lucu,gus baha live,gus miftah,gus baha kediri,gus baha lovers,gus baha' 2018,gus baha mp3 2018,ceramah gus baha,gus baha parakan
Reaksi Gus Baha Saat Dimarahi Sang Istri
Теги
gus bahagus baha terbarugus baha'gus baha rembangngaji gus baha'gus baha' terbarungaji gus bahagus baha' lucugus baha' rembangpengajian gus baha'gus baha' tafsir jalalaingus bahakgus baha mp3gus baha barugus baha 2018gus baha 2019gus baha fullgus baha lucugus baha livegus miftahgus baha kedirigus baha loversgus baha' 2018gus baha mp3 2018ceramah gus bahagus baha parakan