Feni Efendi (lahir di Tiakar, Payakumbuh, 20 Juli 1984; usia 38 tahun) adalah penyair dan penulis memori kolektif. Ia intensif menulis tentang memori kolektif di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota serta peristiwa PDRI di Sumatera Tengah.
Karya--karya Feni Efendi:
1. Selendang Ibu Perdana Menteri, (buku puisi, 2019)
2. Jejak yang Terlupakan: Menyusuri Jejak Mr. Syafruddin Prawiranegara dalam Menjalankan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada Masa Agresi Militer Kedua Belanda di Sumatera Tengah, (buku memori kolektif; cetakan partamo, 2019 dan cetakan katigo, 2022)
3. Pajacombo: Literatur Tentang Tanah Payau, (buku memori kolektif, 2021)
4. Pajacombo: Dalam Catatan dan Ingatan, (buku memori kolektif, 2022
5. Pajacombo: Dalam Narasi Cagar Budaya, (buku memori kolektif, 2022)
Silahkan hubungi 082384852758 atau 081377856115 untuk mendapatkan buku PDRI dan buku lainnya dan pelayanan penerbitan buku di Penerbit Fahmi Karya di Kelurahan Tiakar, Jl. Gn. Bungsu, Balai Nan Tuo, Kec. Payakumbuh Timur, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat 26231. LInk Google Maps: [ Ссылка ]
Ikuti juga di:
TikTok: [ Ссылка ]
FB: [ Ссылка ]
IG: [ Ссылка ]
Twitter: [ Ссылка ]
Memori Kolektif Tentang Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI):
Part 1: [ Ссылка ]
Part 2: [ Ссылка ]
Part 3: [ Ссылка ]
Part 4: [ Ссылка ]
Part 5: [ Ссылка ]
Part 6: [ Ссылка ]
Part 7: [ Ссылка ]
Part 8: [ Ссылка ]
Part 9: [ Ссылка ]
Part 10: [ Ссылка ]
Part 11: [ Ссылка ]
Part 12: [ Ссылка ]
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia sejak 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949, dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat. Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat.
Tidak lama setelah ibu kota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan.
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.
Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatra Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indratjahja, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
- Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim
- Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,
- Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda,
- Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman,
- Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
- Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.
Ещё видео!