source video : @SKawanChannel
Sekitar awal abad 17, Bandung saat ini adalah bagian dari wilayah Tatar Ukur (Ukur Sasanga) yang diperintah oleh seorang Adipati, yaitu Adipati Ukur.
Dipati Ukur adalah orang yang dihormati di Tatar Priangan atau Tatar Ukur. Gunung Lumbung adalah salah satu tempat ia dalam akhir perlawanannya terhadap Mataram.
Pada Masa pemerintahan Dipati Ukur, wilayah Tatar Ukur mencakup sebagian wilayah Jawa Barat yang terbagi ke dalam 9 wilayah yang disebut Ukur Sasanga; Ukur Bandung (Wilayah Banjaran dan Cipeujeuh), Ukur Pasir Panjang (Majalaya dan Tanjungsari), Ukur Biru (Ujung Berung wetan), Ukur Kuripan (Ujung Berung Kulon, Cimahi, Rajamandala), Ukur Curugagung (Cihea), Ukur Aranon (Wanayasa), Ukur Sagaraherang (Pamanukan, Ciasem), Ukur Nagara Agung (Gandasoli, Adiarsa dan Sumedangan), Ukur Batulayang (kopo, Rongga dan Cisondari).
Sekitar Tahun 1620, Kerajaan Sumedang Larang ditaklukan oleh Mataram dan sejak saat itu, Status Sumedang Larang berubah menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Sumedang. Di bawah penguasaan Mataram yang diperintah Sultan Agung, Aria Suriadiwangsa diangkat menjadi Bupati wedana Priangan dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau biasa dikenal sebagai Rangga Gempol I. Wilayah Priangan dijadikan sebagai wilayah pertahanan oleh Mataram karena sebagai antisipasi dari serangan Banten dan VOC setelah sebelumnya Mataram bermusuhan dengan mereka.
Tahun 1624, Sultan Agung mengutus Rangga Gempol I untuk menyerang daerah Sampang. Untuk menggantikan posisi Rangga Gempol I, Sultan Agung mengangkat adik dari Rangga Gempol I menjadi Bupati wedana yang bernama Pangeran Dipati Rangga Gede. Tidak lama setelah itu, wilayah Sumedang diserang oleh Banten. Karena sebagian pasukan sedang berangkat ke Sampang, Pangeran Dipati Rangga Gede tidak bisa mengantisipasi serangan dan mengakibatkan pasukan dipaksa kalah. Akibatnya, Sultan Agung memberi hukuman kepada Dipati Rangga Gede dengan menahannya di Mataram. Untuk menggantikan posisi Dipati Rangga Gede, Sultan Agung lalu mengangkat Dipati Ukur, dengan catatan yang sama, yaitu bisa menaklukan Banten dan VOC.
Tahun 1628, Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur dan Tumenggung Bahurekso untuk menyerbu VOC di Batavia dengan masing-masing membawa 10.000 pasukan. Mereka memilih jalan berbeda, darat dan laut, dan mereka berjanji untuk bertemu di Karawang.
Setelah beberapa hari Dipati Ukur menunggu, Bahurekso tak kunjung datang. Akhirnya, Dipati Ukur memutuskan untuk menyerang Batavia. Namun, karena persenjataan kurang memadai, pasukan Dipati Ukur digempur habis-habisan dan dipaksa untuk mundur. Setelah itu, Dipati Ukur dengan pasukannya bersembunyi di Gunung Pangparang.
Bahurekso merasa marah saat mengetahui Dipati Ukur tidak ada di Karawang. Ia segera menyerang Batavia meski akhirnya ia harus bernasib sama dengan Dipati Ukur, menerima kekalahan. Akhirnya Bahurekso mundur kembali ke Karawang. Setelah Bahurekso mendapat informasi tentang keberadaan Dipati Ukur, Ia segera bergegas kembali ke Mataram dan melaporkan apa yang terjadi kepada Sultan Agung.
Selama Dipati Ukur di Gunung Pangparang, Ia melakukan musyawarah dengan para pengikutnya. Ia menyadari risiko dari kegagalan yang Ia terima. Kegagalan akan membuatnya dihukum oleh Mataram. Oleh karena itu, obrolan yang dilakukan dengan para pengikutnya melahirkan perdebatan, ada yang memilih untuk kembali ke Mataram, ada juga yang memilih untuk melawan. Beberapa pengikut Dipati Ukur yang berada di Gunung Pongporang yang tidak setuju dengan pilihan melawan, mereka kembali ke Mataram dan melaporkannya.
Sultan Agung mengutus Bahurekso untuk menangkap Dipati Ukur. Perang tidak terelakkan, Dipati Ukur terdesak dan berhasil meloloskan diri. Ia bersembunyi dari tempat ke tempat. Dari Ciparay hingga ke Wilayah Cililin, tepatnya di Gunung Lumbung. Di sini, Dipati Ukur hidup menyamar sebagai warga biasa. Setelah sekian lama hidup di Gunung Lumbung, pasukan Mataram tiba dan menyerbu, namun Dipati Ukur berhasil bersembunyi. Beberapa pasukan Dipati Ukur ada yang pergi ke Batavia dan Banten, namun Dipati Ukur tetap berada di Gunung Lumbung. Berselang beberapa lama, serangan kedua terjadi, kali ini Dipati Ukur berhasil ditangkap pada 1632. Dipati Ukur ditangkap dan dihukum di Mataram.
Selain Gunung Lumbung, banyak sekali tempat yang dipercaya sebagai petilasan dan peninggalan Dipati Ukur. Seperti Gunung Bukitcula, Gunung Pangparang, Pabuntelan (wilayah Tenjonagara) sampai Situ Cisanti Gunung Wayang.
Ещё видео!