Mondokan merupakan wilayah kecamatan di utara Kabupaten Sragen yang berbatasan dengan Kabupaten Grobogan. Wilayah Mondokan itu sedang dicanangkan menjadi Kota Pejuang melalui strategi pemasaran (branding) yang baru. Bukan tanpa alasan, ada sejumlah peninggalan pejuang di wilayah yang terdiri atas sembilan desa. Salah satunya Monumen Basis Gerilya Yonif Tjanda Bhirawa yang didirikan oleh Mayjen TNI (Purn) Soedarmono. Soedarmono merupakan mantan Wakil Presiden di masa Orde Baru yang juga eks Komandan Batalyon II Tjanda Bhirawa Brigif VI Divisi III. Keterangan itu tertuang dalam prasasti yang ada di monumem yang didirikan pada 14 Juli 1987. Selain monumen itu juga ada sebuah rumah milik mantan Kepala Desa (Kades) Sono yang pernah mrnjadi tempat menginap Jenderal Gatot Subroto saat masih perang gerilya. Pada kala itu juga ada pasukan gerilya yang dipimpin para kades yang pro Republik Indonesia.
Atas dasar itulah Camat Mondokan, Agus Endarto, berinisiatif membuat branding Mondokan Kota Pejuang. Agus mulai berdiskusi dengan ketua paguyuban kades se-Kecamatan Mondokan dan ketua paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kecamatan Mondokan untuk mengumpulkan data-data tentang jejak para pejuang di Bumi Mondokan. Monumen Tjanda Bhirawa menjadi titik awal untuk mewujudkan Mondokan Kota Pejuang. Monumen itu terletak di wilayah Mendira Nata. Mendira itu artinya tempat orang suci atau pohon beringin. Nata berarti menata atau mengatur. Dari keterangan sesepuh, Mendira Nata mrrupakan tempat raja untuk menyepi atau menata hati . Dulu tempat itu ads arca dan batu besar berbentuk segi empat tetapi sekarang sudah tidak ada. Agus menerangkan sosok raja yang dimaksud diduga Pangeran Ronggo Seda Jajar yang dijuluki Panembahan Senopati Notoprojo yang menguasai wilayah Serang, bagian dari Mataram. Wilayah Serang itu, kata dia, berada di antara Grobogan dan Sragen Pengeran Notoprojo merupakan ayah dari Nyi Ageng Serang yang makamnya berada di tengah Waduk Kedung Ombo (WKO).
Dalam prasasti monumen Tjanda Bhirawa itu berbunyi “Di daerah Sragen utara ini merupakan basis gerilya bagi Yon Tjanda Bhirawa, khususnya di Kecamatan Mondokan merupakan kedudukan Posko Yon. Kami ucapkan terima kasih kepada mssyarakat Sragen utara sewaktu Yon melaksanakan tugas gerilya.” Di bawah prasasti terdapat simbol burung hantu melingkar dengan slogan Gugur Satu Tumbuh Seribu. Agus mengungkapkan tonggak kedua Mondokan sebagai Kota Pejuang itu didasarkan pada perjalanan Jenderal Gatot Subroto yang pernah tinggal di wilayah Desa Sono, Kecamatan Mondokan, tepatnya di rumah mantan kades sepuh Toto Wiryono.
Saat di rumah itulah, jelas Agus, Gatot Subroto dan Toto Wiryono merancang dan mengumpulkan gerilyawan pejuang negeri. Hal itu, ujar dia, dalam upaya untuk mempertahankan kemerdekaan RI dari agresi militer Belanda dan pemberontakan PKI pada 1948.
Para gerilyawan itu dikenal dengan pasukan pager desa yang tugasnya menyampaikan berita dari satu tempat ke tempat lainnya, mengirim makanan dari dapur umum ke markas-markas tentara RI, dan membantu mengangkut peralatab tentara atau pusar pemerintahan militer kabupaten,” katanya.
Agus sempat mencari sosok pejuang yang masih hidup di Mondokan pada Sabtu siang. Agus dan tim pemerhati sejarah menemukam sosok Pawiro Senen yang lahir pada 1920 dan tinggal di Dukuh Gemantar RT 019, Desa Gemantar, Mondokan, dan Mbah Amad Kirom yang lahir pada 1918 tinggal di wilayah Desa Pare yang juga bapaknya Kades Pare Samdani
#mondokan #capungajaib #pedesaan
Ещё видео!