Menurut cerita secara turun temurun, asal mula makam Sayyid Yusuf bermula pada tahun 1212 H atau 1791 M saat Raja Sri Sultan Abdurrahman Pakutaningrat beserta rombongan dan prajuritnya berangkat dari keraton demi menyebarluaskan agama Islam di Bali.
Ketika sang raja menyudahi syiarnya di Pulau Dewata tersebut, akhirnya pulang ke Sumenep dengan berlabuh di pelabuhan Kalianget untuk bermalam akibat kelelahan. Saat bermalam, Sri Sultan terkejut melihat sinar yang sangat terang, seakan jatuh dari langit ke bumi di sebelah timur pelabuhan Talango.
Sri Sultan mengikuti sinar itu untuk mencari tanda jatuhnya sinar tadi walaupun masuk ke tengah hutan. Setibanya di titik sinar, Sri Sultan meyakini bahwa tempat ini adalah kuburan aulia. Seketika memberi salam, lalu tiba-tiba ada suara yang menjawab salam sang raja tanpa menampakkan wujudnya.
Untuk mengetahui suara tersebut, beliau bermunajat kepada Allah SWT hingga menemukan petunjuk yakni jatuhnya selembar daun sukun di pangkuan. Setelah diperhatikan daun tersebut tertulis tulisan Arab "Hadza Maulana Sayyid Yusuf bin Ali bin Abdullah Al-Hasani". Perlu diketahui, bahwa di area makbarah Sayyid Yusuf, para pezirah tidak akan menemukan pohon sukun sebagaimana disampaikan Ustadz Umar Faruq.
Selanjutnya Sri Sultan memasang batu nisan dan diberi nama sebagaimana yang terdapat di daun sukun tersebut. Sebelum kembali ke keraton, raja menancapkan tongkat di dekat kuburan dan tongkat tersebut sampai sekarang menjadi pohon yang besar serta rindang untuk menaungi para pezirah.
Dalam hal ini ada yang paling menarik mengenai keberadaan Makam Syekh we Yusuf, wali besar Sulawesi Selatan di abad ke 17 ini,
Sementara itu, makam beliau berada pada 5 tempat yang berbeda, makam-makam tersebut terletak di 5 Daerah lain diantaranya di Banten, Sumenep Madura, Caylon di Srilankan dan kampung Macasar di Afrika Selatan.(* dari berbagai sumber)
Setelah menempuh perjalanan tidak sampai sepuluh menit, kapal bersandar di Desa Talango. Dari Pelabuhan Talango, jarak makam Syeikh Yusuf tidak sampai dua kilometer. Suasana di pintu masuk Pulau Poteran terkesan gersang tanpa tumbuhan hijau di bibir pantai. Tapi, begitu sampai di kawasan makam Syeik Yusuf, suasananya berubah drastis.
Di sini tumbuh pohon-pohon kayu keras yang berusia tua. Apalagi, pohon yang tumbuh di samping makam Syeikh Yusuf. Konon, menurut cerita sejarah versi Pemerintah Kabupaten Sumenep, pohon yang tumbuh di samping makam Syeih Yusuf itu adalah tongkat milik Sri Sultan Abdurrahman, seorang Sultan yang berkuasa di Sumenep dari tahun 1811-1854, putra Panembahan Somala atau Panembahan Notokusumo Asiruddin. Kakeknya bernama Bendara Mohammad Saud (Raden Temenggung Tirtonegoro Muhammad Saud) yang berkuasa pada Tahun 1750-1762 di Sumenep.
Ketika itu, Sri Sultan Abdurrahman sedang melakukan ekspedisi perjalanan menuju Pulau Dewata Bali dari Kalianget. Namun, begitu sampai di pelabuhah tersebut, hari sudah mulai gelap. Sultan pun memerintahkan pasukan pengikutnya istirahat. Kala malam sudah benar-benar gelap dan para prajurit sudah terlelap, Sultan tetap terjaga dan melihat ada cahaya melesat turun dari langit dan jatuh di Pulau Poteran.
Keesokan harinya, usai sholat subuh berjama'ah, Sultan memutuskan mencari tempat jatuhnya cahaya tersebut di Pulau Poteran. Lalu, Sultan menemukan sebuah gundukan tanah menyerupai kuburan baru. Dan Sultan pun bertemu dengan seorang bergamis putih dan berkomunikasi singkat. Dalam dialog itu, hanya Sultan yang dapat melihat sosok pria tua bergamis putih. Sedangkan para pengawalnya, hanya mendengar suara dialognya saja.
Selanjutnya Sri Sultan Abdurrahman bermunajat memohon petunjuk kehadirat Allah SWT, tiba-tiba dalam munajatnya jatuhlah selembar daun di pangkuan Sultan. Setelah diambil serta diperhatikan daun tersebut ternyata bertuliskan Arab, Hadzaa Maulaana Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan. Artinya, ini Maulaana Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan.
Lalu, Sultan pun memasang batu nisan di tanah kuburan baru tersebut dan ditulisi nama Syeikh Yusuf. Dan agar lebih memudahkan lagi proses pencarian makan jika Sultan kembali lagi, maka Sri Sultan Abdurrahman pun menancapkan tongkatnya. Ternyata, tongkat itu tumbuh menjadi pohon yang menaungi makam Syikh Yusuf. Siapakah sebenarnya Syeikh Yusuf?
Menurut catatan sejarah, Syeikh Yusuf adalah pahlawan nasional dua negara sekaligus. Pada 9 November 1996 Syikh Yusuf dianugerahi gelar pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Lalu, pada 23 September 2005 pendiri tarekat khalwatiyah itu juga mendapat gelar pahlawan dari pemerintah Afrika Selatan.
Ещё видео!