Rencana pembangunan stadion besar berkapasitas 70.000 penonton di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi topik hangat yang viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Stadion yang direncanakan untuk menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) 2028 ini disebut akan menelan biaya fantastis hingga Rp2 triliun. Namun, banyak pihak mempertanyakan urgensi pembangunan stadion tersebut.
Berikut tiga alasan utama mengapa Lombok belum membutuhkan stadion besar semacam itu:
1. Stadion Besar untuk PON Jarang Terpakai Setelah PON Usai
Sejumlah stadion besar yang dibangun khusus untuk PON, seperti Stadion Palaran (Kalimantan Timur), GBLA (Bandung), Stadion Utama Riau (Riau), hingga Stadion Lukas Enembe (Papua), terbukti jarang terpakai setelah ajang PON usai. Proyek-proyek besar ini seringkali menjadi peluang untuk menggelontorkan anggaran besar, tetapi manfaat jangka panjangnya bagi masyarakat lokal minim.
Kondisi ini juga menjadi peringatan bagi Lombok agar tidak terburu-buru membangun stadion besar yang mungkin hanya ramai saat pembukaan dan penutupan PON, kemudian berakhir terbengkalai.
2. Biaya Perawatan yang Sangat Mahal
Stadion besar membutuhkan biaya perawatan yang tidak sedikit. Sebagai contoh, perawatan Stadion GBLA Bandung memakan anggaran hingga Rp2,4 miliar per tahun, dengan biaya perawatan rumput saja mencapai Rp400 juta. Beban ini sering kali menjadi tekanan besar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagaimana yang terjadi pada Stadion Palaran di Kalimantan Timur yang akhirnya sengaja tidak diurus karena tingginya biaya operasional.
Lombok, dengan keterbatasan anggaran daerahnya, sebaiknya fokus pada infrastruktur yang lebih efisien dan sesuai kebutuhan.
3. Minimnya Klub Sepak Bola Lokal di Kasta Tertinggi
Sepak bola Lombok atau NTB saat ini belum memiliki klub yang berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Sejak PS Sumbawa Barat berhenti aktif, klub-klub lokal seperti Perslobar, PS Mataram, atau PS Daygun masih berkutat di Liga 3. Selain itu, iklim sepak bola di Lombok juga belum mapan, dengan jumlah penonton dan suporter yang relatif kecil.
Sebagai gambaran, Stadion GOR 17 Desember yang berkapasitas 15.000 penonton saja jarang terisi penuh, bahkan ketika bintang sepak bola seperti Irfan Bachdim datang pada 2012 lalu.
Usulan Alternatif:
Alih-alih membangun stadion raksasa, Lombok sebaiknya mempertimbangkan pembangunan stadion modern dengan kapasitas yang lebih realistis, sekitar 20.000 penonton, seperti Stadion Manahan di Solo. Stadion semacam ini lebih efisien, baik dari sisi anggaran pembangunan maupun biaya perawatan, sekaligus cukup untuk memenuhi kebutuhan olahraga lokal.
Rencana pembangunan stadion besar ini juga perlu disesuaikan dengan isu pemekaran NTB yang sedang dibahas. Dengan mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat, Lombok diharapkan dapat mengalokasikan anggaran pada proyek yang lebih berdampak langsung dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Source: Timenews dan Info Nusa
#infolombok
Ещё видео!