Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Perkenalkan nama saya Jihad Ramadhan, dari prodi ilmu komunikasi, Universitas Muhammadiyah Cirebon, Semester IV. Pada hari Kamis 09-Mei-2024, melakukan kunjungan wisata Gerabah di Desa Sitiwinangun, Kec. Jamblang, Kab. Cirebon, Jawa Barat.
Asal muasal Desa Sitiwinangun yaitu terbagi menjadi dua, yang pertama "SITI yang berarti Tanah" dan yang kedua "WINANGUN yang berarti Dibangun". Oleh karena itu desa tersebut dinamakan Sitiwinangun, yang terkenal dengan kerajinan gerabah yang terbuat dari tanah liat, dan melalui beberapa tahap ataupun proses pembuatannya masih tradisional atau secara manual sampai sekarang.
Pembuatan Gerabah secara tradisional atau manual :
Kami dipandu oleh Bapak Sutrisno, beliau ini yang nantinya akan mengajak atau mengawal kami semua. Kami diajak berkeliling desa di beberapa titik tempat pemukiman warga untuk dapat melihat proses pembuatan dan gerabah yang dihasilkan secara langsung.
Ada yang bekerja dengan melunakkan tanah liat dengan tambahan pasir halus dan air secukupnya sebagai bahan campurannya.
Lalu dibuatlah tungku-tungku yang biasanya digunakan untuk pembuatan kue serabi khas Cirebon. Ada pula yang membuat gentong beserta tutupnya. Warna yang digunakan adalah pewarna alami yaitu warna bata dari batu bata. Alat yang digunakan adalah alat pemutar dengan tangan. Kota Cirebon terkenal dengan makanan khasnya yaitu empal gentong. Dan gentong atau gerabah yang terbaik di wilayah Cirebon ini adalah yang berasal dari Desa Sitiwinangun dan ada pula di beberapa rumah penduduk lainnya juga yang membuat piring ataupun cobek, pensil, asbak, dan lain sebagainya.
Kemudian gerabah-gerabah yang telah dibentuk itu diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum pada akhirnya dijemur di bawah sinar matahari.
Selanjutnya kami diajak ke tempat pembakaran gerabah, pembakaran seperti ini adalah pembakaran secara tradisional yang lebih dikenal dengan istilah pembakaran dengan sistem tungku ladang. Panasnya bisa mencapai 800 derajat Celcius, dan cara kerjanya lebih cepat 45 menit dari tungku mesin, demikian sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Sutrisno. Dari tempat pembakaran, kami diperlihatkan sebuah gundukan tanah liat-tanah liat. Tanah-tanah tersebut diambil dari tanah-tanah sawah sekitar desa. Tanah liat di sini diklaim memiliki kualitas unggul. Inilah tanah liat yang akan diproses menjadi gerabah-gerabah oleh para masyarakat desa sekitar.
Kami pun di ajak ke beberapa tempat penyimpanan gerabah-gerabah yang sudah jadi, dan berbagai macam bentuk didalam tempat tersebut gerabah-gerabah yang cantik, unik, dan siap dipasarkan untuk di perjual belikan.
Tidak cukup sampai disitu saja, kami pun beranjak kembali ketempat awal, yang dimana kami disitu dapat mencoba, atau praktek sendiri secara langsung untuk membuat gerabah-gerabah, ada yang dibuat dengan di putar dan di ukir sendiri bentuk-bentuk yang kami ingin buat, dan ada pula yang di buat di cetak, kami pun dihidangkan beberapa sajian seperti camilan yang bermangkok gerabah, dan juga menikmati teh yang terbuat dari rosela.
Sekian riview dari saya, terimakasih.
wassalamu'alaikum wr wb.
Ещё видео!