Mewujudkan generasi emas 2045 merupakan impian Indonesia. Diharapkan pada usianya yang ke-100 tahun Indonesia dapat memanfaatkan peluang bonus demografi dengan tersedianya sumber daya manusia berkualitas, yakni sumber daya manusia yang sehat, cerdas, kreatif dan berdaya saing. Dapat dikatakan kunci utama dalam mewujudkan mimpi tersebut terletak pada penyiapan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Salah satu tantangan pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas adalah stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak akibat kekurangan asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik serta gangguan metabolisme, sedangkan dampak jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak anak, kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit serta berisiko tinggi munculnya penyakit metabolik. Bahkan ketika dewasa nanti akan memiliki tubuh pendek, tingkat produktivitas yang rendah serta tidak memiliki daya saing di dalam dunia kerja. Stunting merupakan ancaman utama dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan, bahwa prevalensi stunting di Indonesia tahun 2019 berhasil ditekan menjadi 27,67 persen dari 37,8 persen pada tahun 2013. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari toleransi maksimal stunting yang ditetapkan oleh WHO. Untuk melakukan percepatan penurunan prevalensi stunting, Presiden Repubik Indonesia telah mencanangkan target optimis menjadi 14 persen pada tahun 2024. Untuk itu, percepatan penurunan stunting memerlukan strategi dan metode baru yang lebih kolaboratif dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir.
Salah satu pembaruan strategi percepatan penurunan stunting adalah pendekatan keluarga melalui pendampingan keluarga berisiko stunting untuk mencapai target sasaran, yakni calon pengantin (catin)/calon Pasangan Usia Subur (PUS), ibu hamil dan menyusui sampai dengan pasca salin, dan anak 0-59 bulan. Dalam pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting diperlukan kolaborasi di tingkat lapangan yang terdiri dari Bidan, Kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga serta Kader Keluarga Berencana untuk melaksanakan pendampingan keluarga berisiko stunting. Tim pendamping keluarga akan berperan sebagai ujung tombak percepatan penurunan stunting. Mereka akan mengawal proses percepatan penurunan stunting dari hulu, terutama dalam pencegahan, mulai dari proses inkubasi hingga melakukan tindakan pencegahan lain dari faktor langsung penyebab stunting.
Besarnya peran pendamping keluarga berisiko stunting dalam mengawal percepatan penurunan stunting, maka diperlukan sumber daya pendampingan yang berkualitas. Panduan ini menjadi dasar pelaksanaan pendampingan keluarga sekaligus penyediaan/pembentukan tim pendamping keluarga oleh Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Buku Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Tingkat Desa/Kelurahan
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jangan lupa like, share, dan subscribe ya!
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
#timpendampingkeluarga #panduantimpendampingkeluarga #stunting
Ещё видео!