Dipidana!!! Kasus Kawin Tangkap Sumba Barat Melenceng dari Adat // Podcast #ORANGKITA Eps46
Host : Ferdinandus Setu
Narsum : Dominggus S. B. Mesa // Sekretaris Disdikpora Sumba Barat
Seorang perempuan di Kecamatan Wewewa Barat, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), diambil paksa oleh sekelompok pria. Kejadian ini viral setelah para 'penculik' itu menangkapnya, memasukkan dalam pikap lalu dibawa kabur.
Aksi kawin tangkap atau kawin paksa ini terjadi pada Kamis, 7 September 2023, dan viral setelah diunggah secara berantai oleh sejumlah akun media sosial.
Kawin tangkap di Sumba, dalam beberapa waktu belakangan, menuai kontroversi. Sebab, nilai tradisi ini sudah mengarah ke penculikan perempuan, pelanggaran hak-hak perempuan dan pelanggaran HAM.
Dalam tradisi ini, seorang perempuan 'diculik' dan 'dipaksa' menikah dengan alasan yang 'dilegalkan' secara budaya. Padahal, belum tentu wanita tersebut mau menikah dengan pria tersebut, atau bisa juga dihalangi oleh persyaratan adat lainnya, namun pihak pria ngotot untuk menikahinya.
Melansir berbagai sumber, berikut detikBali merangkum latar belakang dan sederet kontroversi kawin tangkap dari 'Tanah Marapu' tersebut.
Latar Belakang Kawin Tangkap
Kawin tangkap merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pedalaman Sumba yaitu di Kodi dan Wawewa, yang merupakan tradisi dari nenek moyang secara turun-temurun.
Dalam tradisi lama masyarakat Sumba, kawin tangkap biasanya dilakukan oleh keluarga mempelai pria yang terhalang belis atau mahar tinggi dari pihak perempuan.
Kawin tangkap merupakan kategori perkawinan tanpa peminangan yang terjadi karena belum ada kesepakatan keluarga mengenai jumlah belis atau mas kawin.
Mulanya, dalam tradisi ini, seorang perempuan sudah didandani. Calon mempelai pria juga sudah didandani dengan pakaian adat dan menunggangi seekor kuda.
Perempuan itu lantas ditangkap, lalu dibawa ke rumah keluarga pria. Tradisi ini unik, karena menyangkut nama baik kedua keluarga, apalagi dengan latar keluarga berada.
"Setelah ditangkap, pihak laki-laki akan membawa sebuah parang dan seekor kuda kepada pihak perempuan sebagai tanda permohonan maaf dan tanda bahwa perempuan sudah ada di rumah pihak laki-laki," seperti ditulis Rahmadira dalam salah satu penelitian pada 2020.
Seiring perkembangan zaman, kawin tangkap yang dijalankan tidak sesuai dengan prosedur awal yang sesuai dengan tradisi.
Akhir-akhir ini, tradisi ini melenceng dan merugikan seorang perempuan secara pribadi. Kawin tangkap akhir-akhir ini seakan membuat perempuan merasa seperti diculik, disiksa, dilecehkan, bahkan merasa hina dan tidak berharga.
Kawin Tangkap dalam Prespektif Hukum
Dilansir dari "Jurnal Hukum Dian Kemala Dewi tahun 2022", dalam perspektif hukum, kawin tangkap, tradisi suku Sumba ini merupakan kejahatan manusia yang dilakukan secara paksa dan mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan seksual. Praktik budaya ini juga disebut sangat merugikan hak konstitusional seorang perempuan dan tentunya melanggar HAM.
Kawin tangkap ini tentunya melanggar hukum yang berlaku sebagai kasus penculikan dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 328 KUHP dengan pidana paling lama dua belas tahun. Peristiwa ini juga tidak sesuai dengan syarat perkawinan UU RI No 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 1 dimana perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kawin Tangkap
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kawin tangkap ini di antaranya:
Ekonomi terkait hutang pihak perempuan,
Strata sosial yang tinggi dari pihak laki-laki (bangsawan)
Pendidikan yang tinggi
Kepercayaan Marapu yang merupakan kepercayaan asli orang sumba. diman dengan mereka melakukan kawin tangkap, maka mereka menghormati roh leluhur yang menentukan hidup mereka dengan adanya perlindungan dan ketentraman dari nenek moyang.
Tradisi kawin tangkap ini merupakan pelanggaran terhadap HAM dan juga menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi kaum perempuan di Sumba. Dengan perkembangan zaman dan praktik kawin tangkap yang dilakukan sudah tidak sesuai dengan adat tradisi secara turun temurun.
Saat ini pemerintah berupaya mengakhiri praktik ini dan melindungi hak-hak perempuan. Namun pada kenyataannya, tradisi ini masih saja dilakukan dengan kedok adat istiadat dan tradisi budaya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Permasalahan Stunting di NTT
Belis di NTT
Adat dan Budaya di NTT
NTT Stunting terbanyak
Belis dan Tradisi di NTT
#podcastORANGKITA #humantrafficking #humantraffickingawareness #provinsikepulauanflores #provinsiflores #flobamora #ntt #labuanbajo #kttasean2023 #fyp #gubernurntt #trending #trendingshorts # #stunting #politik #ormas #pileg2024 #pilpres2024 #pilpres #pilpresdamai #pilgub
#kttasean #aseansummit2023 #aseansummit #shorts #kawintangkap #sumba #sumbawaisland #nihiwatu
Terima kasih atas dukungannya basodara semua. Tuhan Berkat.
Ещё видео!