Nikah Dalam (ND) dan Nikah Luar (NL)
LDII membuat dikotomi dengan istilah orang luar (yaitu orang diluar jama’ah LDII) atau dinamakan dengan HUM (dari bahasa arab yang artinya “mereka”). Dan sebenarnya orang luar = orang kafir, akan tetapi mereka sengaja memilih istilah-istilah yang halus agar tidak ketahuan aqidah busuk pengkafiran mereka. Adapun orang anggota LDII diistilahkan dengan “orang dalam” atau JOKAM, atau orang jama’ah, atau orang iman, atau orang kita, atau mbah man, galipat (singkatan dari tiga lima empat)
Maksud dari fikih yang akan dibahas adalah berkaitan dengan pernikahan. Nikah Dalam atau ND artinya penghulu yang menikahkan harus dari orang dalam (LDII). Adapun Nikah Luar atau NL yaitu pernikahan secara resmi melalui KUA (Kantor Urusan Agama). NL dipahami tidak sah karena penghulunya orang luar atau bukan orang iman. Itulah sebabnya harus didahului ND.
Akan tetapi ND tetap membutuhkan Wali Nikah dari calon mempelai wanita. Oleh karenanya jika si wali calon wanitanya ternyata “orang luar”, maka Imam LDII berijtihad menerbitkan blanko Surat Penyerahan Wali dalam bentuk tulisan arab pegon yang harus ditanda tangani oleh Wali wanita tersebut. Tentunya si wali wanita yang merupakan “orang luar” tidak akan mau menyerahkan perwaliannya kepada orang lain yang ia tidak kenal dengan tanpa alasan yang jelas. Apalagi pernikahan merupakan peristiwa besar dalam keluarga, tentunya sang wali ingin hadir dalam proses pernikahan putrinya. Sementara proses “nikah dalam” adalah kasus bitonah (rahasia orang dalam) sehingga yang hadir harus steril dari orang luar. Bagaimana jalan keluarnya???
Melakukan taqiyyah (atau dalam istilah LDII dinamakan dengan “budi luhur”) dengan menipu wali wanita tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan kondisi yang ada, yang penting sang wali mau menanda tangani surat penyerahan perwalian tersebut kepada pihak orang dalam LDII.
Diantara cara penipuan tersebut penulisan isi dari surat penyerahan wali dibentuk dalam sebuah blangko dengan menggunakan bahasa Arab Pegon yang isinya sudah baku dari pusat LDII. Dimana isi surat tersebut adalah yang menerima penyerahan perwalian adalah Imam Daerah atau Imam Desa atau Imam Kelompok. Kemudian sang wali “orang luar” menanda tangani blangko tersebut. Intinya sang wali ditipu oleh anak perempuannya atau calon menantu lelakinya dengan alasan-alasan yang dibuat-dibuat yang tidak sebenarnya. Contohnya dikatakan bahwa surat ini dari KUA dan wali disuruh untuk menandatangani blanko tersebut. Sehingga sang wali terpedaya karena kebanyakan wali “orang luar” tidak bisa baca atau tidak memperhatikan tulisan arab pegon tersebut.
Baca lebih banyak di: [ Ссылка ]
Ещё видео!