Makam Keramat Datu Pamulutan berada di puncak Pulau Datu di Desa Tanjung dewa, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut provinsi Kalimantan Selatan. Nama Datu Pamulutan sebenarnya bukan nama aslinya tapi merupakan gelar atau nama sapaan. Nama aslinya adalah Sultan Hamidinsyah yang berasal dari Batangbanyu Mangapan, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel. Berdasarkan informasi, gelar Datu Pamulutan diberikan warga karena kegemarannya menangkap burung dengan pulut, yaitu semacam alat untuk menjebak unggas dengan menggunakan getah (karet) dari pohon para, sehingga burung yang diburu tidak tersakiti hanya kakinya saja yang terjerat sehingga tidak bisa terbang.
Beliau mempunyai seorang adik yang bernama Sultan Ribuansyah yang juga seorang pendakwah Islam. Bedanya, jika Datu Pamulutan fokus untuk kawasan timur Kalimantan Selatan sedangkan adiknya lebih ke kawasan barat Kalimantan Selatan.
Datu Pamulutan semasa hidupnya melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai seorang pendakwah untuk menyebarkan agama. Beliau juga memiliki jiwa patriot terbukti dengan perannya dalam mengkoordinir masyarakat Desa Tanjung Dewa untuk mengusir penjajah. Sebelum wafat, beliau berpesan bila kelak dipanggil oleh Allah agar dikuburkan di desa Tanjung Dewa. Salah satu karomah beliau sehingga diyakini sebagai Wali Allah saat beliau menggaris batas tanah dengan ibu jari kaki. Untuk membatasi tanah agar tidak tercemar dari najis seperti dikencingi anjing atau binatang lainnya, apalagi sampai diinjak penjajah.
Datu Pamulutan wafat dan dimakamkan di Pulau Datu pada Tahun 1817 M sedangkan muridnya menyusul delapan tahun kemudian atau pada tahun 1825 M. Dia wafat di Martapura, namun mengingat pesan terakhirnya, minta dimakamkan di Pulau Datu maka keluarga berupaya untuk memenuhi amanah tersebut. Saat itu, transportasi menuju Batakan masih belum seperti sekarang, jenazah dibawa lewat sungai kemudian menyisir laut dengan menggunakan sampan. Di sinilah kembali terlihat karamahnya, sampan yang digunakan menurut pandangan orang awam bukanlah sampan yang layak untuk mengarungi lautan, karena kecil dan lagi bocor. Namun dengan ridho dan rahmat Allah akhirnya sampan bisa sampai ke Tanjung Dewa. Sampai sekarang, tanah yang menjadi makam beliau terpisah dari daratan, berjarak sekitar 1,2-1,5 kilometer. Sekarang sudah ada dermaga di pulau tersebut.
Ещё видео!