KUDUS, KOMPAS.TV - Kian menarik hati, posisi Kudus di Jawa Tengah bak primadona pada masa lampau. Bagaimana tidak, posisinya yang berada di titik strategis Anyer-Panarukan menarik hati pendatang baik dari luar Kudus, luar Jawa, dan Luar Kepulauan Nusantara.
Keindahan dari sisi politik, agama, dan ekonomi jadi daya tarik kuat pendatang untuk tak sekedar menetap, bahkan tinggal di Kudus.
Masjid Menara Kudus jadi saksi bisu adanya akulturasi kuat dari kebudayaan Jawa, Islam, dan Hindu.
Banyaknya pendatang terdata naik hingga 3 kali lipat dalam kurun waktu hanya 54 tahun. 1861, di Kudus hanya ada sekitar 90.000 penduduk. Pada 1915, terdata sebanyak 278.000 penduduk.
Banyaknya penduduk untuk ukuran Kudus menimbulkan masalah sosial dan kesehatan seperti kebersihan lingkungan.
Pada tahun 1971, Kudus berhadapan dengan kolera. 10 orang meninggal dunia. Kolera merupakan pemnyakit yang menyebar pada lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk.
Februari 1979, 112 orang diserang muntaber dan 4 diantaranya meninggal dunia. Tenaga medis yang terbatas kala itu menyebabkan keterlambatan penanggulangan muntaber.
Desember 1988, demam berdarah berjangkit di Kudus. Jumlah penderita saat itu belum diketahui.
Januari hingga Oktober 1993, sebanyak 108 penduduk di Kudus terkena demam berdarah.
Januari 2004, berdasarkan hasil monitoring 10 tahun terakhir, infeksi saluran pernapasan atas menerpa buruh pabrik rokok.
Mei 2021, kasus covid-19 meroket setelah libur lebaran, tradisi kupatan, dan ziarah.
Lebih lengkap baca di sini "Kudus dan Jejak Penyakit di Masa Lampau" via Kompas.Id
Video Editor: Rengga Rinasti
Ещё видео!