Sejumlah klausul dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai merugikan kalangan pekerja atau buruh. Karena itu, Konfederasi Serikat Pekerja Bali (KSPSI) Bali melayangkan petisi melalui Gubernur dan DPRD Bali agar UU tersebut segera direvisi. Hal tersebut diungkapkan Ketua KSPSI Bali Wayan Madra di sela-sela Seminar dan Diskusi Sehari serangkaian Hari Buruh Internasional 1 Mei 2024 yang digelar di Kantor DPRD Badung, Sabtu 27 April 2024.
Ditanya mengenai apa saja ketentuan dalam UU tersebut yang merugikan pekerja, Wayan Madra menegaskan, pekerja menganggap dirinya tidak akan memiliki masa depan. Hal ini karena kontrak kerja misalnya diberlakukan terus-menerus. Sekarang kontrak, besok kontrak, setahun lagi kontrak. Kapan mereka menjadi karyawan tetap? Dipastikan mereka tetap sebagai karyawan kontrak.
Outsouching juga begitu. Berdasarkan UU tersebut, semua pekerjaan sekarang bisa di-outsourching-kan. Kalau dulu kan cuma empat saja, sekarang tukang kebun dan apa saja bisa di-outsourching-kan. Inilah yang dinilai merugikan kalangan pekerja. Pekerja menganggap dirinya tidak akan memiliki masa depan kalau peraturannya tetap seperti itu.
Terkait upah, ujar Madra, dulu masih memakai sistem kebutuhan hidup layak (KHL). Sekarang sudah ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur. Misalnya PP No. 36 dan selanjutnya. Itu didasari oleh inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Menurutnya, Bali ini kan jauh lebih tinggi daripada parameter di atas.
Menjawab upaya lain yang dilakukan, Wayan Madra menyatakan, sudah mengajukan petisi melalui DPRD Bali maupun Gubernur. Itu kita lakukan karena kita tidak ada jalur ke pusat. Pusatlah yang nanti menentukan. Di samping itu, melalui rakernas pun pihaknya sudah sampaikan. Kita menolak UU Cipta Kerja itu, tegasnya.
Ещё видео!