Masyarakat NTT diperkirakan telah ada sejak 3500 tahun yang lalu. Banyak ahli memperkirakan bahwa nenek moyang masyarakat NTT berasal dari ras yang beragam antara lain Astromelanesoid dan Mongoloid. Terdapat juga beberapa penemuan fossil yang menunjukan bahwa masyarakat NTT ada juga yang berasal dari ras Negroid dan Eropoid.
Kerajaan pertama yang berkembang diperkirakan berkembang pada abad 3 M. Sejak lahirnya kerajaan tersebut diperkirakan masyarakat telah mengenal adanya seni budaya yang tinggi dan diapresiasi dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Salah satu nya ialah kemampuan menenun.
Menenun merupakan kemampuan yang diajarkan secara turun menurun demi menjaga agar tetap dilestarikan. Tiap suku mempunyai keunikan masing-masing dalam hal corak dan motif. Tiap inidividu diharapkan bangga mengenakan kain dari sukunya masing-masing sebab tiap kain yang ditenun itu unik dan tidak ada satu pun identik sama.
Motif atau pola yang ada merupakan manifestasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat dan memiliki ikatan emosional yang cukup dengan masyarakat di tiap suku. Selain itu dengan bisa menenun menjadi indikator seorang wanita untuk siap dan pantas dinikahi, untuk pria yang menjadi indikator ialah mempunyai ladang dan bisa bercocok tanam.
Menenun adalah proses pembuatan barang-barang tenun (kain) dari persilangan dua set benang dengan cara memasuk-masukkan benang pakan secara melintang pada benang-benang lungsin (benang lusi).
Sebelum menenun dilakukan penghanian, yakni pemasangan benang-benang lungsin secara sejajar satu sama lainnya di alat tenun sesuai lebar kain yang diingini.
Alat tenun dipakai untuk memegang helai-helai benang lungsin sementara benang pakan dimasukkan secara melintang di antara helai-helai benang lungsin.
Pola silang-menyilang antara benang lungsin dan benang pakan disebut anyaman. Sebagian besar produk tenun dibuat dengan menggunakan tiga teknik Motif yaitu: Buna, Sotis, dan Futus.
Menenun masih menjadi pekerjaan perempuan di NTT khususnya di Insana Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Ditengah Pandemik Virus Corona / COVID 19, menenun juga masih menjadi andalan mereka karena mendatangkan penghasilan bagi rumah tangga. Tenunan perempuan Insana kemudian dijual di pasar tradisional atau para pelanggan. Beragam motif pun ditawarkan kepada pembeli dengan harga terjangkau.
Proses menenun yang lama dengan beragam motif yang halus dan indah membuat harga jual kain tenun mahal. meski demikian setiap pajangan kain tenun ikat selalu habis diborong pembeli. keuntungan yang diperoleh setiap minggu bisa mencapai jutaan rupiah.
Bagi ibu rumah tangga di daerah Insana, pekerjaan menenun sudah mereka lakoni sejak kecil, bahkan sudah berumah tangga pun pekerjaan menenun masih terus dikembangkan sebab hasil penjualan bisa membantu biaya rumah tangga termasuk biaya pendidikan anak.
Kebanyakan kain tenunan yang berukuran besar dibeli warga untuk kebutuhan membuat baju dan berbagai kebutuhan lainnya sedangkan kain tenun ikat ukuran kecil seperti selendang digunakan sebagai cindera mata bagi para tamu atau pejabat yang berkunjung di wilayah NTT dan juga untuk pembuatan tas, baju dan lain sebagainya.
Namun di tengah pandemik Corona Virus / COVID-19 pesanan pelanggan menurun. Meskipun demikian, para ibu-ibu tetap bersyukur. Sebab, di tengah pandemi virus corona, mereka tetap mendapat pesanan dari para pelanggan untuk dibuat menjadi masker.
Ещё видео!