Pada dasarnya, berbagai kegiatan dalam sindikat teror memerlukan pendanaan, sebagai bentuk fasilitas. Di Indonesia sendiri, penjelasan tentang pendanaan terorisme dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Disebutkan bahwa pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Merujuk dari penjelasan di atas, pendanaan terorisme di Indonesia tidak mempertimbangkan apakah dananya bersumber dari kegiatan yang sah atau ilegal.
Seperti halnya Anti Pencucian Uang, dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme, terdapat peran penting dari Penyedia Jasa Keuangan sebagai Pihak Pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, PPATK, dan aparat penegak hukum. Penyedia Jasa Keuangan melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK. Untuk membantu dalam mengidentifikasi dan melaporkan Transaksi Keuangan mencurigakan, Penyedia Jasa keuangan harus menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ). Atas dasar laporan Transaksi keuangan mencurigakan dari Penyedia Jasa Keuangan, PPATK melakukan analisis, dan apabila terdapat indikasi tindak pidana pendanaan terorisme maka hasil analisis atau hasil pemeriksaan oleh PPATK akan disampaikan kepada aparat penegak hukum yang berwenang.
Ещё видео!