Tepat jam 18:00 kapal perintis yang saya tumpangi berlayar kelaut lepas menuju pelabuhan di meulaboh, ke esokan harinya tepat jam 0:07 pagi kapal berlabuh. Untuk pertama kalinya setelah 6 bulan akhirnya saya menginjakkan kaki kembali di daratan, meskipun selama 6 bulan sebelumnya saya juga berada di daratan, namun teman-teman di sinabang kerap sekali menyebut pulau sumatra yang lebih besar dengan sebutan daratan.
Singkat cerita, saya buka google map di smart phone dan mulai menentukan arah jalan saya menuju simpang 3 ke arah beutong, skip skip skip meluncurlah si kerbo byson untuk pulang kampung ke lhokseumawe. pastikan bila kalian dari meulaboh arahkan kemudi ke arah kanan dari jalan nasional menuju medan sekitar setengah jam selanjutnya anda akan menemukan persimpangan tiga, karena jalur yang kita lalui merupakan jalur tengah, maka pointnya adalah gunung jadi berbeloklah ke arah gunung yang tampak berbaris dari kejauhan, selama sejaman setelah persimpangan tersebut mari nikmati jalanan yang lebar bak jalan tol dengan marka jalan masih tambak jelas berwarna putih menandakan waktu itu jalan baru saja di renovasi.
Sayang kali ini saya melewatkan mengunjungi mesjid giok karena lokasinya masih tertutup seng karena sedang proses pembangunan, jalanan makin terlihat sepi hingga saya mendapati jalanan mulai mendaki. Perlahan dan pasti si kuda besi memacu kekuatanya melawati tanjakan dan beberapa jalan yang di sedang renovasi akibat longsor, di daerah ini banyak terlihat bekas galian, banyak terlihat tebing dengan batuan besar yang sudah di hancurkan sehingga menyisakan serakan batu tajam berwarna kehijauan hingga ke jala , pantas saja karena lokasi ini beberapa waktu lalu terkenal menjadi tempat pemburuan batu akik sehingga bak magnet menarik warga untuk mendulang keuntungan disini.
Makin mendaki, udara semakin sejuk dan segar beberapa kali saya melihat kebelakang dan terkejut dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Saya cari tempat yang lebih mampu membuat pandangan mata saya menangkap lanskap lukisan alam nagan raya. Saya parkir motor di bahu jalan dan menaiki sedikit gundukan tanah dan mulai menikmati, dari sini tampak lembah dengan titik titik kecil rumah pendudduk yang berjejer sepanjang jalan dan tampak jelas sekali aliran sungai berliuk liuk mengikuti kontur alam bagaikan ular raksasa, hijaunya alam dan sejuknya udara menghipnotis saya u tuk bisa lebih berlama-lama menikmati, namun mengingat perjalanan saya masih jauh, saya sudahi ritual tersebut karena masih banyak surga yang akan saya jumpai dalam perjalanan kali ini.
Saya mulai memasuki hutan yang berbeda, rimbunya hutan di gantikan dengan tumbuhan gangga dan lumut yang menyelimuti batang pohon, udara semakin sejuk seketika jalan terus menurun, saya kira tidak perlu menghidupkan mesin, hitung-hitung hemat bensin, lumayan lama saya berada di kondisi ini tidak perlu mengokang gas membuat kefokusan saya bisa lebih longgar untuk menikmati alam, hingga saya mendapati sebuah desa yang di hubungkan oleh jembatan yang membelah aliran sungai yang cukup lebar dan jernih. Ini lah desa Beutong, masayarakat disini beruntung di hadiahi lingkungan yang subur dan indah, pantas saja marijuana yang berasal dari pegunungan ini menjadi primadona.
Meliwati desa jalan mulai kembali menanjak hingga melewati baliho jalan "selamat jalan" berrti saya sudah memasuki kabupaten Aceh tengah. Kebun sere wangi menjadi teman perjalanan ini, dari kejauhan saya dapat melihat jejeran tumbuhan sere yang di tanam rapi, banyaknya tumbuhan ini turut merubah rasa udara yang segar bercampur bebauan dari tanaman tersebut, suatu hari saya akan sangat merindukan moment ini karena bukan hanya indra penglihatan saya di manjakan, penciuman juga ikut mengkukir kenangan indah dalam perjalanan ini,
Tengah hari saya sudah berada di ibu kotanya aceh tengah, Takengon. Beristrirahat sejenak dengan secangkir kopi gayo yang banyak di jajakan di pinggir jalan cocok untuk meregangkan badan yang mulai kaku akibat kelelahan di tambah udara dingin yang seakan-akan ikut membekukan tulang yang sudah kelelahan ini. Dengan sedikit peregangan yang pernah saya pelajari saat menjadi karateka dahulu saya mulai mamacu kembali si kuda besi menuju bandara rembale untuk menelusuri jalan KKA yanh baru di buka untuk umun dua tahun silam.
Jalur KKA tidak kalah menarik disini saya berkendara melewati kabut tipis yang kerap kali menyelimuti badan jalan. Beberapa kali saya menemui kedai sekelas cafe di sepanjang jalan. Karena memang semenjak di buka, jalur ini menjadi spot bagi warga aceh utara untuk berlibur, disini terkenal dengan nama gunung salak, maksudnya dari sini kita dapat melihat gunung salak dari kejauhan, karena alamnya masih lumayan perawan kita masih bisa menikmati suara hutan, ada suara burung, monyet dan jangkrik tentunya
Semakin jauh udara semakin hangat, jejeran pohon pinus berganti dengan barisan pohon kelapa, kalau biasanya warga menjemur biji kopi kali ini warga banyak
#lanjut di komentar
Ещё видео!