Ketegangan yang terjadi di Laut Natuna Utara antara China dan Indonesia sangat bertolak belakang dengan hubungan ekonomi Beijing dan Jakarta.
Menyangkut Laut Natuna Utara, Indonesia dan China sama sekali tak memiliki hubungan yang akrab.
Karena China sering kali mengirim kapal coast guard miliknya merambah Laut Natuna Utara.
Sehingga menyebabkan ketegangan yang terus meningkat antara Indonesia dan China di Laut Natuna Utara.
Lain halnya dengan Laut Natuna Utara, hubungan ekonomi Indonesia dan China sangat akrab.
Laporan Reuters bahkan menuturkan bila China merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
Kemudian China juga merupakan sumber investasi nomor dua di Indonesia.
Oleh sebab itu ini menunjukkan bahwa China merupakan mitra strategis Indonesia dalam perkembangan ekonomi.
“China adalah mitra dagang terbesar Indonesiadan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.
Para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini, untuk menghindari konflik atau pertengkaran diplomatik dengan China,” tulis Reuters awal Desember 2021.
Kedekatan Indonesia dan China di bidang ekonomi, diyakini para analis internasional menjadi alasan kuat mengapa persoalan di Laut Natuna Utara relatif diredam.
Indonesia disebut berupaya untuk menyeimbangkan dua hal penting yang berkaitan dengan China dan Laut Natuna Utara.
Indonesia berupaya untuk menegaskan bahwa Laut Natuna Utara merupakan hak maritim Jakarta.
Dan sejalan dengan tetap berhubungan baik di bidang ekonomi dengan China.
“Tanggapan Indonesia sangat kompleks, karena telah mencoba menyeimbangkan hak-hak kedaulatannya dan hubungan ekonominya dengan tetangganya yang lebih besar.” terang The New Indian Express Januari lalu.
Klaim China di Laut Natuna Utara tentunya menjadi permasalahan buat Indonesia.
Karena ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara ikut terdampak adanya klaim China itu.
Dengan adanya klaim Nine Dash Line di Laut Natuna Utara, menyebabkan kapal-kapal Chinakerap kali masuk ke ZEE Indonesia.
China seolah menantang hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara.
Lantara China kerap kali melaksanakan operasi penangkapan ikan di teritorial ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.
Tak segan puluhan kapal nelayan China pernah dikerahkan untuk menangkap ikan di Laut Natuna Utara.
Kehadiran setidaknya 50 kapal nelayan di Laut Natuna Utara tentunya merugikan Indonesia.
“Penggunaan terbaru operasi penangkapan ikan zona abu-abu, Tiongkok di Laut Natuna Utarauntuk menantang hak berdaulat Indonesia untuk menangkap ikan, dan mengeksploitasi sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif (ZEE),tampaknya merupakan kemenangan pada pandangan pertama.
Pada satu titik, sekitar 50 kapal penangkap ikan Tiongkok disertai dengan dua lambung putih besar menangkap ikan tanpa hambatan di ZEE Indonesia.”
Indonesia sendiri tak diam saja menghadapi ‘serangan’ puluhan kapal nelayan China di Laut Natuna Utara.
Indonesia mengerahkan aset Bakamla untuk menegakkan hukum di Laut Natuna Utara.
“Sebagai tindakan balasan, Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla), yang ditugaskan untuk melakukan penegakan hukum terhadap kegiatan ilegal di yurisdiksi maritim Indonesia, hanya dapat mengamati situasi tersebut.
Tindakan terbatas ini disebabkan oleh sumber daya Bakamla yang terbatas.
Namun, kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok itu berlayar pergi pada 9 Januari 2020 setelah hanya memperkuat tekad Indonesia untuk menjaga kepentingan nasionalnya.
China juga secara terbuka mengeksekusi wajah volte, untuk memprioritaskan hubungan bilateral yang bersahabat, dan meremehkan perbedaan dalam sebuah pernyataan oleh juru bicara kementerian luar negeri China, Geng Shuang pada 10 Januari.
Insiden ini menggarisbawahi keterbatasan pemaksaan sepihak, dan keberhasilan strategi hubungan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.” tambahnya.
Pihak Indonesia sendiri sudah sejak lama memprotes adanya gangguan kapal nelayanChina di Laut Natuna Utara.
Sekitar tahun 2019 silam, Indonesiamenyuarakan protes akan adanya gangguan kapal nelayan China di Laut Natuna Utara.
“Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan tegas, menyuarakan penentangannya terhadap operasi penangkapan ikan ilegal Tiongkok, melalui dua protes pada 30 Desember 2019 dan 2 Januari 2020.
Pemerintah menegaskan bahwa China telah melanggar ZEE-nya, menunjukkan bahwa ZEE Indonesia didirikan oleh hukum internasional melalui UNCLOS.
Kementerian itu menambahkan bahwa Chinaharus menghormati implementasi UNCLOS, dan menolak sembilan garis putus-putus China di Laut China Selatan.” imbuhnya.
Pada akhir Desember 2021, perselisihan antara Indonesia dan China atas klaim masing-masing atas perairan di sekitar wilayah Natuna semakin kentara.
Ini adalah area klaim yang diperebutkan dari pihak China yang melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
China mengklaim sekitar 80% dari ruang maritim di Laut Cina Selatan.
Ещё видео!