Masuknya kekayaan dan pengelolaan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penggunaan APBN untuk kemakmuran rakyat.
Argumentasi tersebut menjadi dasar enam orang dosen dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), yaitu Arifin Soeria Atmadja, Sigid Edi Sutomo, Machfud Sidik, Tjip Ismail, Darminto Hartono, dan Dian Puji Simatupang yang mengajukan permohonan pengujian Pasal 2 huruf g dan huruf i, Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Dalam Pasal 2 huruf g UU 17/2003 dan huruf i berbunyi, "Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 meliputi :
g. "Kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain dinilai dengan uang, surat berharga, piutang, barang, serta hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkanpada perusahaan Negara/perusahaan daerah"
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah."
Kepada majelis hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Anwar Usman, Arifin menyatakan, APBN yang salah satu sumber penerimaannya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh warga negara berpotensi tidak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagai tujuan bernegara, khususnya dalam peningkatan dan pengembangan kapasitas pendidikan, karena digunakan untuk menutup kerugian atau ketidakpastian pada BUMN atau BUMD atau kegiatan usaha lainnya yang mendapatkan fasilitas pemerintah. Sehingga keberadaan norma yang dimohonkan untuk diuji menyebabkan resiko fiskal dan kerugian bagi negara, karena kekayaan dan pengelolaan keuangan BUMN dan BUMD masih dimasukkan dalam APBN. Arifin berpendapat seharusnya pengelolaan keuangan dan kekayaan BUMN serta BUMD dipisahkan dari APBN.
Lebih lanjut Arifin mengungkapkan, hak-hak konstitusional Para Pemohon sebagai warga negara yang taat membayar pajak dan berhak mendapat pelayanan yang sama dari negara merasa dirugikan jika APBN digunakan untuk menutup kerugian atau ketidakpastian pada BUMN dan BUMD. Karena itu pihaknya meminta kepada MK untuk menyatakan, agar sepanjang frasa "termasuk kekayaan yang dipisahkanpada perusahaan Negara/perusahaan daerah" dalam pasal 2 huruf g, serta keseluruhan norma dalam Pasal 2 huruf i dinyatkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan nasihat kepada Para Pemohon untuk memperbaiki bagian petitum atau tuntutan dalam permohonan, dengan memisah kedua norma yang diuji. Sementara Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memberikan saran kepada Para Pemohon untuk memperkuat argumentasi konstitusionalitas permohonan, karena argumentasi yang dibangun Para Pemohon lebih berat kepada tataran ilmu murni. "Pemohon belum mengaitkan argumentasi pasal yang diuji dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945," ujar Anwar Usman, terkait dengan kerugian konstitusional yang disampaikan pemohon mengenai anggaran pendidikan yang belum dapat dipenuhi. (Ilham/mh)
Ещё видео!