Alkisah bin nyata, and based on true story:
Dahulu kala, sudah tradisi nelayan-nelayan di Selat Bali melakukan aktivitas penangkapan ikan-ikan hias/ konsumsi maupun pengambilan terumbu karang/coral dengan teknik bom, potas, dan pembongkaran dengan alat. Aktivitas ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar. Ikan-ikan hias untuk mengisi aquarium, terumbu karang untuk bahan bangunan, coral hias untuk menghias aquarium hingga taman. Ironinya, penangkapan ikan dilakukan dengan "potas" atau racun ikan. Sementara pengambilan terumbu karang & coral hias dilakukan dengan membongkar bin merusak terumbu karang maupun coral hias. Padahal tumbuhnya terumbu karang maupun coral hias, diperlukan waktu tahunan hingga puluhan tahun. Aktivitas perusakan lingkungan ini jelas merusak keseimbangan ekosistem laut
Pasca 2008, beberapa nelayan mulai melihat dampak dari perusakan lingkungan lingkungan ini. Diinisiasi oleh Ikhwan Arief, pemuda lokal asal Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi, mulai mengajak nelayan sekitar untuk melakukan transplantasi terumbu karang, coral. Hal yang dianggap gila. Ikhwan dianggap melakukan hal baru diluar kebiasaan, terutama melawan arus pergerakan perekonomian utama masyarakat sekitar, dimana me-motas ikan hias, pengambilan terumbu karang dan coral hias menjadi mata pencaharain utama hingga beberapa generasi
Perjuangan yang tak mudahpun harus dilalui. Pengorbanan finansial, mentalpun harus dijalani. Tak kenal menyerah, Ikhwan dan beberapa nelayanpun terus melakukan transplantasi terumbu karang. Beberapa tahun kemudian, hasil transplantasipun mulai terlihat. Kawasan yg sebelumnya gundul terumbu karang, mulai didatangi Ikan-ikan yang selama ini kabur ataupun tertangkap dikawasan redzone versi ikan. Kini, ikan-ikanpun merasa mendapatkan "rumah" dikawasan ini
Berangkat dari niat awal untuk menjaga ekosistem dan progress "kembali sehatnya" kawasan lingkungan perairan ini, memberikan bonus keindahan bawah laut. Wisatawan yang dimulai dari masyarakat sekitarpun mulai bisa menikmati keindahan bawah laut hasil rintisan "gila" oleh pemuda-pemudi Bangsring ini. Nelayan-nelayan yang aktif dalam kegiatan konservasi ini, diantaranya mendapatkan alternatif penghasilan dari pariwisata "Bunder", Bangsring Underwater
Masuk ke kawasan "Bunder", pastikan masuk di kawasan yang bergerbang "konservasi" ya. Dari jalan masuk, belok kiri ke jalan setapak pavingan. Dari gerbanganya akan langsung terlihat "miniatur" pendidikan konservasi, seperti "fish apartement", "media penumbuhan terumbu karang, perpustakaan dll.
Ohya, di kawasan ini juga disediakan Guest House ya (Nov 2020 under 500k/night). Untuk Perlengkapan snorkling, kamera underwater juga bisa menyewa di sekretariat Bunder. Harga sangaat sangaat terjangkau (rata-rata 10-30k, kamera underwater B-pro 150k) . Saya sarankan menggunakan jasa Guide Local di sekretariat Bunder, dimana bisa menunjukan spot-spot yang recomended dan berpengalaman mengambil gambar underwater. November 2020 tarif resmi jasa guide yang dipatok under 50k (yang menurut saya pelayanan yang kita dapat sangat sangat memuaskan, melebihi nilai yg kita bayarkan)
Selamat mencoba
=====
Pengambilan gambar menggunakan:
Samsung J7 Prime
Iphone SE
B-Pro untuk underwaternya (sewa di lokasi)
Editing by Kinemaster
=====
Referensi harga November 2020:
Tiket masuk/parkir under 10k
Sewa peralatan snorkle: under 30k
Sewa Kamera underwater B-Pro: 150k
Kelapa muda: 10k (harga makan minum normal, alias pedagang tidak nembak meski di kawasan wisata)
Guest House (bila menginap): under 500k/night
Ещё видео!