TRIBUNTERNATE.COM- Sebuah ritual atau tradisi Jou Uci Sabea (Sultan turun sembahyang) di Sigi Lamo (Majid Sultan) pada malam Lailatul Qadar atau malam Ela-Ela masih terselenggara hingga kini.
Ritual ini masih lestari sejak 5 abad lalu.
Tribunternate.com berkesempatan meliput ritual ini pada Kamis (28/4/2022) malam, pukul 18.36 WIT.
Usai salat magrib di kedaton kesultanan Ternate, dipadati orang dewasa hingga anak-anak.
Mereka datang hanya ingin menyaksikan secara langsung prosesi bakar obor.
Obor-obor berbahan bambu serta pohon pisang itu dipajang mulai dari gerbang utama hingga halamam Kedaton.
Pohon pisang diperkirakan berukuran satu meter itu bagian ujungnya diberi damar dicampur dengan minyak tanah sebagai bahan untuk pembakaran.
Dari sekian ada satu obor dipisahkan khusus dinyalakan secara simbolis.
Di kedaton kesultanan Ternate, ritual menyambut malam Ela-Ela diawali dengan tahlilan setelah salat magrib.
Para perangkat Kesultanan dilibatkan dalam Tahlilan tersebut.
Setelah itu, dari atas Kedaton, Sultan Ternate, Hidayatullah Sjah turun melewati tangga menuju halaman depan Kedaton.
Mengawali doa, obor kemudian dinyalakan secara simbolis oleh Sultan Ternate, Hidayatullah Sjah.
Begitu obor menyala, Sultan dan rombongan balik ke dalam Kedaton, menunggu salat Tarawih Berjamaah di Sigi Lamo.
Beberapa saat para perangkat kesultanan yang terdiri dari Imam serta Bobato akhirat naik ke atas kedaton menjemput sang Sultan.
Mereka berpakaian putih dengan ikat kepala hitam yang disebut lastar. Jumlah mereka berdasarkan hitungan tahun Hijriyah.
Sebagian menunggu di bawah menyiapkan Tandu untuk Sultan.
Petugas ini diberi nama "Doi-Doi", atau orang yang akan mengangkat sang Sultan dengan tandu menuju ke Sigi Lamo.
Iring- iringan ini berjalan sekitar 450 meter dari kedaton sultan ke Sigi Lamo.
Sultan diarak ke Sigi Lamo menunaikan salat Isya dan Tarawih yang dipimpin Jo Qalem, atau imam tertinggi Kesultanan Ternate, Hidayattussalam Sehan.
Para petugas yang memukul gamelan dan gong ikut mengiringi perjalanan Sultan dan rombongan itu.
Ritual pemukulan Gong dan Gamelan itu disebut "Cika Momo".
Cika Momo sendiri hanya berlangsung empat kali dalam setahun
Yaitu pada malam ke 15 Ramadan atau malam Qunut, malam Lailatul Qadar, Idul Fitri, serta Idul Adha.
Video editor: Galy
Ещё видео!