BANJARMASIN, KOMPAS.TV - pelaksanaan pemilihan kepala daerah di masa pandemi memunculkan sejumlah kerawanan pelanggaran oleh para bakal calon kepala daerah terlebih bagi petahana.
Satu bentuknya ialah potensi penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) terdampak covid-19 yang rawan dipolitisasi.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalimantan Selatan (kalsel) memperingatkan untuk tidak menjadikan bansos sebagai alat bagi kepentingan pribadi seperti mengkampanyekan diri diantaranya dalam bentuk tulisan, gambar maupun foto.
Menurut Koordinator Divisi hukum, Hubungan Masyarakat dan Data Informasi, Bawaslu Kalsel, Nur Kholis Majid, ketentuan ini berlaku selama enam bulan sebelum bakal calon resmi mendaftar sebagai peserta pilkada pada september mendatang.
"setelah dinyatakan calon itu mendaftar di tanggal 17 setember nanti, berarti proses di undang-undang nomor 10 pasal 1 ayat 2 itu berlaku.. termasuk memfasilitasi dirinya untuk kepentingan pribadi", ujar Komisioner Bawaslu Kalsel tersebut.
"jika dia tidak mendaftar maka tidak masalah", tambahnya.
Nur Kholis menegaskan bahwa jikapun terjadi kegiatan penyaluran bansos dari pemda, tidak dibolehkan mengatasnamakan bakal calon tersebut apalagi difungsikan sebagai alat kampanye terselubung.
"Kalau menggunakan bansos untuk kampenye terselubung, itu akan menjadi catatan bagi Bawaslu jika ada indikasi", terang Nur Kholis Majid.
Sanksinya, dapat membuat peserta pilkada terjerat pidana atau sanksi administratif yang membuat pelanggar tidak bisa melanjutkan proses pencalonannya.
"jika mendaftar dan dilaporkan dengan bukti yang cukup kuat, bisa dua yang terjadi, sanksi pidana juga administrasi. Kalau terbukti yang bersangkutan tidak bisa melanjutkan langkah sebagai calon", pungkasnya.
Selain memfasilitasi diri dalam pencalonan menggunakan fasilitas Negara, bakal calon petahana juga tidak diperkenankan untuk melakukan pelantikan pejabat hal ini berdasarkan peraturan dalam pasai 71 undang-undang nomor 10 tahun 2016.
Ещё видео!