Pembuatan patung Guru améd Numpung alias Motang Rua ada sejarah kecilnya.
Motang Rua.
Apa itu motang rua? Pertanyaan ini untuk menjawab keresahan orang tentang frasa motang rua. Motang artinya babi hutan, rua artinya babi yang berani, menakutkan, serem, kuat. Rua juga dapat berarti mendidih. Apabila babi hutan diserang pasti saja dia marah. Marahnya itulah yang disebut rua. Rua dapat berarti geram, beringas.
Guru Améd Numpung.
Nama asli Motang Rua adalah Petrus Guru. Putera pertamanya adalah Numpung. Améd artinya ayahnya. Dengan demikian, guru améd numpung maksudnya Guru ayahnya Numpung.
Julukan.
Motang Rua adalah sebuah julukan. Orang Manggarai biasanya memiliki julukan atau pula disebut paci. Paci menunjukkan kepercayaan/identitas lain seseorang. Misalnya Penulis (Melky Pantur) membuat suatu predikat diri, julukan atau paci dalam bahasa Manggarai: U reba awang one mai Sampar, reba leso one mai Coal. Jadi, julukannya adalah reba awang dan reba leso. Reba awang atau putera langit, reba leso atau putera surya.
Oke sudah paham kan biar tidak penasaran tentang istilah motang rua dan guru améd numpung termasuk predikat dan julukan yang ada pada dirinya.
Lapangan Motang Rua.
Di Kota Ruteng terdapat sebuah lapangan persis berada di depan Kantor Bupati Manggarai, namanya Motang Rua. Lapangan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap Guru Améd Numpung itu.
Sejarah Patung.
Kiat pembuatan patung Motang Rua berasal dari kepala Pak Tiransius Kamilus Otwin Wisang. Pak Otwin ini adalah seniman, seorang Sarjana Seni (S.Sn).
Pada saat beliau bekerja di Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai, dirinya mencetuskan pembuatan patung Motang Rua. Sudah lama kami berdiskusi tentang patung itu termasuk juga ketika bersama Pak Alfan Manah di Dinas Pariwisata.
Kemudian dibuatlah dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pariwisata itu. DPRD menyetujui anggaran pembuatan patung itu.
Pasca anggarannya ada, mulailah proses lobi ke Ema Lipus di Beo Kina.
Diskusi di Rumah Pak Willy Grasias.
Tampak Pak Otwin Wisang, Pak Willy Grasias, Pak Melky Pantur dan Pak Hiro Dale berkumpul di kediaman Pak Willy. Diskusinya adalah membahas rencana kepok dengan Ema Lipus di Beo Kina.
Hasil diskusi, Pak Willy tidak pergi ke Beo Kina. Maka, tiga pria di ataslah yang berangkat ke Beo Kini menemui Opa Lipus (putera dari Motang Rua).
Sesampai di Beo Kina, di rumahnya Ema Lipus, Pak Otwin, Pak Melky dan Pak Hiro terlebih dahulu berbincang-bincang dengan Opa Lipus. Setelah berbincang ringan, dimulailah acara adat kepok. Pak Melky yang melakukan kepok terhadap Ema Lipus di rumahnya.
Tujuan kepok agar Ema Lipus menyetujui pembuatan patung Motang Rua sekaligus mengambil protipe dirinya sebagai patung sebagai representasi Motang Rua di masa tidak terlalu tua.
Pasca kepok, Ema Lipus kemudian diminta agar pose di depan rumah adat Gendang Beo Kina. Posenya menggunakan tombak, parang, dan kapak. Pasca mengambil gambar, tidak lama kemudian pamit pulang.
Patung Fiber.
Patung Motang Rua pun diproses. Pak Otwin kemudian mengirim gambar-gambar kepada pematung di Jawa. Anggarannya kecil sekali. Apabila menggunakan perunggu taksasi anggarannya bisa besar.
Pemasangan.
Pasca patung dibuat, dimulailah proses pemancangan. Sebelum dipancang, Pak Otwin kemudian berdiskusi dengan Pak Melky soal soal lobi pemancangannya.
Ditanyalah kepada Pak Viktor Madur sebagai Wakil Bupati Manggarai. Pak Viktor mengatakan, patungnya diletakkan di taman kota. Didekati pula Pak Sekda, Manseltus Mitak. Menurut Pak Setus ditempatkan di bawah pohon beringin. Kemudian lobilah ke Pak Kamelus Deno. Menurut Pak Kamelus, patung Motang Rua diletakkan di Mbaru Wunut. Yang namanya Bupati, keputusannya perlu dindahkan. Jadilah patung itu diletakkan di rumah ijuk.
Menurut rancangannya, Pak Otwin, Pak Melky dan Pak Hiro patungnya diletakkan di lapangan Motang Rua atau di samping barat Kantor Bupati dengan posisi muka mengarah ke pertokoan, namun karena keputusan Bupati, ditaruhlah di Mbaru Wunut.
Asa Ternyata.
Asa dari ketiga pelobi di atas berhasil. Kini, patung Motang Rua ditempatkan di lapangan Motang Rua. Sekarang mereka menyulap lapangan itu sebagai natas labar.
Menunggu Perunggu.
Patung Motang Rua terbuat dari fiber sehingga tombaknya sekarang (2024) sudah rusak. Fiber tidak tahan air dan sinar matahari. Apabila patung itu terbuat dari perunggu bisa bertahan lama. Bahan perunggu tentu mengeluarkan biaya yang besar.
Patung itu mengambil prototipe Ema Lipus sebagai representasi Ema Motang Rua.
Ditulis oleh: Melky Pantur.
Sabtu (11/5/2024).
Ruteng.
Ещё видео!