Mohammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, kabupaten Solok, di Sumatra Barat pada tanggal 17 Juli 1908. Ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Saripado, sedangkan ibunya bernama Khadijah. Ia memiliki 3 orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun.
Di masa kecilnya, Natsir sekeluarga hidup di rumah Sutan Rajo Ameh, seorang saudagar kopi yang terkenal di sana. Oleh Sutan Rajo Ameh, rumah itu dibelah menjadi dua bagian: pemilik rumah beserta keluarga tinggal di bagian kiri dan keluarga Mohammad Natsir tinggal di sebelah kanannya.
Mohammad Natsir pada awalnya sekolah di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun hingga kelas dua, kemudian pindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang. Pada tahun 1923, ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Di sini beliau bergabung dengan Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten Bond. Setelah itu, ia pindah ke Bandung dan belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) kemudian lulus pada tahun 1930. Pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Islam Persatuan Islam.
Mohammad Natsir menikah dengan Nurnahar di Bandung pada tanggal 20 Oktober 1934, dan dikaruniai enam anak.
Mohammad Natsir telah menulis sekitar 45 buku atau monograf dan ratusan artikel yang memuat pandangannya mengenai Islam. Karya awal beliau sebagian besar berbahasa Belanda dan Indonesia, topiknya sebagian besar membahas mengenai pemikiran Islam, budaya, hubungan antara Islam dan politik, dan peran perempuan dalam Islam. Karya-karya beliau selanjutnya, lebih banyak ditulis dalam bahasa Inggris, dengan fokus terhadap politik, Islam, dan hubungan antara umat Kristiani dengan Muslim.
Mohammad Natsir banyak berdiskusi dengan pemikir-pemikir Islam, salah satunya adalah Haji Agus Salim. Selama pertengahan 1930-an, ia dan Salim terus bertukar pikiran tentang hubungan Islam dan negara. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat.
Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan Mosi Integral Natsir dalam sidang pleno parlemen. Mosi Intergral Natsir merupakan sebuah hasil keputusan parlemen mengenai bersatunya kembalinya sistem pemerintahan Indonesia dalam sebuah kesatuan, yang sebelumnya berbentuk serikat. Atas jasanya ini, ia diangkat menjadi Perdana Menteri.
Mohammad Natsir kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 26 April 1951 karena perselisihan paham dengan Soekarno. Soekarno mengkritik Islam sebagai ideologi denganmemuji sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal Ataturk di Kesultanan Utsmaniyah. Sebaliknya, menurut Mohammad Natsir, justru hancurnya Kesultanan Utsmaniyah adalah suatu bencana, karena terdapat banyak efek negatif dari sekularisasi.
Selama era demokrasi terpimpin di Indonesia, ia bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. Organisasi ini menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas, hal tersebut disalahtafsirkan oleh Soekarno sebagai bentuk pemberontakan terhadap negara. Akibatnya, ia ditangkap kemudian dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964.
Mohammad Natsir juga pernah melakukan kritik terhadap pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Ia ikut menandatangani Petisi 50 pada tanggal 5 Mei 1980. Hal inimenyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri. Petisi 50 adalah sebuah dokumen yang isinya memprotes penggunaan falsafah negara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya. Menurut Mohammad Natsir, Presiden telah menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila. Soeharto menganggap setiap kritik terhadap dirinya sebagai kritik terhadap ideologi negara. Menurut Mohammad Natsir, presiden telah menggunakan Pancasila sebagai alat untuk mengancam musuh-musuh politiknya.
Mohammad Natsir adalah sosok yang sangat sederhana. Dia tidak memiliki punya baju bagus dan jasnya pun bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah. Haji Agus Salim mengatakan bahwa karena bentuk keprihatinan dengan pakaian yang dikenakan oleh Mohammad Natsir, ada beberapa staf dari Kementerian Penerangan yang hendak mengumpulkan uang untuk Natsir, tujuannya supaya beliau berpakaian lebih layak, karena kemejanya cuma dua setel dan sudah lusuh.
Ketika beliau mundur dari jabatan Perdana Menteri pada Maret 1951, sekretaris beliau menyerahkan kepadanya sisa dana taktis dengan banyak saldo sebagai hak Perdana Menteri. Tetapi Mohammad Natsir menolaknya, dana itu dilimpahkan ke koperasi karyawan tanpa diambil sepeserpun olehnya. Ia meninggal pada 6 Februari 1993 di Jakarta, dan dimakamkan sehari kemudian.
Untuk mencapai sesuatu, harus diperjuangkan dulu. Seperti mengambil buah kelapa, dan tidak menunggu saja seperti jatuh durian yang telah masak
Ещё видео!