Para Gembong PKI Ini Tertangkap Karena Bungkus Rokok dan Kacang
Saat para gembong PKI ini tertangkap karena bungkus rokok dan kacang. Begitulah cerita sejarah yang terjadi pada tahun 1968. Seperti apa ceritanya, simak cerita yang akan diulas dalam video ini.
Dikutip dari artikel berjudul," Kisah Gerakan PKI di Blitar Selatan, Terungkap gegara Bungkus Rokok dan Kacang," yang dimuat di situs berita Inews, dikisahkan ketika sisa-sisa pendukung PKI mencoba membangun kembali kekuatannya pasca gagalnya Gerakan 30 September yang meletus pada awal Oktober 1965.
Wilayah Blitar Selatan yang berada di Jawa Timur pun dipilih para pendukung PKI jadi basis untuk membangun kekuatan bersenjata. Menurut artikel yang dimuat di Inews, gerakan bersenjata sisa pendukung PKI di Blitar Selatan tak berumur panjang karena terendus aparat keamanan negara.
Ketika itu, pada akhir 1967, tokoh-tokoh PKI yang lolos dari operasi penumpasan G30S PKI mencoba menghimpun kekuatan kembali. Tokoh-tokoh PKI seperti Oloan Hutapea, Surachman, Rewang dan sejumlah pimpinan lapis kedua PKI lainnya diam-diam pergi ke daerah Blitar Selatan.
Di wilayah Blitar Selatan, para gembong PKI yang tersisa itu mencoba mempraktikkan tesis Kritik Oto Kritik (KOK) Sudisman yang terinspirasi dari tulisan Mao Ze Dong
Ketika itu, kekuatan PKI sebagai sebuah partai memang tengah remuk redam pasca gagalnya G30S pada tahun 1965. Maka, Blitar Selatan pun dipilih tokoh-tokoh PKI membangun kekuatannya. Mereka coba mengubah taktik perlawanannya menjadi perjuangan bersenjata atau Perjuta.
Menurut Siauw Giok Tjhan dalam buku," G30S Dan Kejahatan Negara," yang ditulisnya, tesis KOK Sudisman ini merupakan revisi dari tesis Dua Aspek DN Aidit yang dinilai keliru sekaligus berakibat hancurnya organisasi.
Masih kata Siauw Giok Tjhan, Blitar Selatan dijadikan basis perlawanan bersenjata oleh PKI, karena wilayah ini terisolir. Kegiatan ini dimulai sejak akhir 1967, tulis Siauw Giok Tjhan.
Kata Siauw Giok Tjhan, Perjuta yang disiapkan PKI di Blitar Selatan, adalah konsep perjuangan bersenjata yang melibatkan kekuatan rakyat secara penuh. Petani dan buruh di desa-desa akan dipersenjatai. Ketika itu tokoh SOBSI atau Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, Mohamad Munir menjadi salah satu pimpinan operasi Blitar Selatan.
Saat ditangkap dan kemudian diadili di persidangan, Munir berdalih, PKI berhak melakukan perlawanan karena terus dikejar dan diserang secara kejam oleh militer.
Menurut Siauw Giok Tjhan, kedatangan para tokoh PKI di Blitar Selatan, awalnya mendapat sambutan hangat penduduk setempat. Tidak heran memang jika mereka disambut dengan hangat, karena pada Pemilu 1955, PKI mendulang suara besar di Blitar. Terutama di wilayah selatan.
Di awal datang, kata Siauw Giok Tjhan, para gembong PKI ini begitu dihormati warga. Setiap ada perjamuan, penduduk tak pernah lupa membawakan oleh-oleh makanan. Sambutan hangat itu membuat para pimpinan PKI lupa diri. Mereka malah membuat jarak dengan rakyat.
Masih menurut Siauw Giok Tjhan,
mereka, para gembong PKI ini tidak membaur dengan warga desa. Tidak makan bersama, tidak tinggal bersama, tidak bekerja bersama. "Mereka cenderung bersifat sebagai atasan yang perlu menerima pelayanan istimewa, bagaikan raja-raja kecil di desa-desa," tulis Siauw Giok Tjhan.
Alih-alih membaur dengan warga setempat, para tokoh PKI ini justru memperlihatkan tabiat sebagai warga kota. Kebiasaan hidup borjuis di kota diperlihatkan di Blitar Selatan. Meskipun tinggal di desa-desa miskin, beberapa tokoh PKI dan pendukungnya masih ingin memperoleh makanan dan rokok dari kota.
Maka, melalui kurir-kurir, mereka membeli barang-barang keperluan dari kota, seperti rokok Gudang Garam, Bentoel, Djie Sam Soe dan kacang Lip Lip Hiong. Tapi disitulah malapetaka berawal. Tanpa disadari, sampah-sampah bungkusan makanan dan barang-barang dari kota itu menarik perhatian intel tentara.
Intel tentara pun kemudian curiga dan mulai melakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa barang-barang itu tidak mungkin milik warga desa.
"Ini mempermudah pasukan penumpas untuk mengetahui di mana para tokoh PKI bersembunyi dan di mana basis koordinasi gerakan bersenjata dilakukan," tulis Siauw Giok Tjhan dalam buku yang disusunnya.
Maka sejarah pun mencatat, gerakan bersenjata PKI di Blitar Selatan tidak berumur panjang. Penduduk setempat yang awalnya menaruh hormat kepada para tokoh PKI itu mulai berubah sikap. Para penduduk mulai memperlihatkan sikap tidak simpatik. Apalagi setelah PKI melakukan aksi perampokan. Terlebih aksi perampokan itu yang semula menyasar orang-orang kaya, kemudian meluas ke siapa saja.
Maka, ketika dilancarkan operasi militer bersandi Operasi Trisula, rakyat Blitar Selatan berbalik membantu tentara yang melancarkan operasi militer di sana. Di sisi lain kehancuran gerakan PKI di Blitar Selatan dipercepat adanya tokoh-tokoh yang berkhianat setelah tertangkap.
Ещё видео!