Menurut Rohman, sang juru kunci, empat makam keramat ini ditemukan sekitar 600 tahun yang lalu oleh ayahnya, H Rahmat pada tahun 1946.
Makam-makam ini diyakini adalah Makam Ratu Galuh, istri kedua Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.
Kemudian Mbah Jepra (Panglima Kerajaan Pajajaran), Mbah Baul (Senopati Kerajaan Pajajaran), dan Solendang Galuh Pangkuan (seorang yang hidup pada era Kerajaan Pajajaran akhir).
Namun menurut catatan sejarah Sandi Nusantara (2016) yaitu komunitas yang berkecimpung di dunia kebudayaan dan sejarah Nusantara, makam yang terletak di tengah bukan Ratu Galuh Mangku Alam dalam artian istri kedua Prabu Siliwangi, yakni Nyai Subanglarang, tetapi Ratu Galuh Mangku Alam yaitu Sribaduga Maharaja Prabu Linggabuana.
Adapun maksud dari Ratu Galuh yang berada di Kebun Raya Bogor tersebut adalah Ratu, makna dari “Ra Tunggal” yang berarti Maharaja.
Hal demikian bernisbat kepada trah Eyang Sastra yang berarti “Ra” adalah Raja Cahaya, sedangkan “Tu” adalah tunggal atau satu.
Ada yang namanya raja, dan ada pula yang namanya maharaja. Misalnya, Prabu Wastu Kencana adalah maharaja yang juga disebut Ratu, karena raja tunggal.
Prabu Wastu Kencana tersebut mempunyai anak Prabu Linggabuana yang juga masih merupakan maharaja. Dari Prabu Linggabuana memecah dua kerajaan; Kerajaan Galuh dan Sunda.
Kerajaan Galuh diberikan kepada anaknya yang bernama Prabu Dewa Niskala. Sedangkan Kerajaan Sunda diberikan kepada anaknya yang bernama Prabu Susuktunggal.
Awalnya, baik Prabu Wastu Kencana maupun Prabu Linggabuana adalah maharaja. Kemudian, setelah kerajaan itu terpecah menjadi dua, Prabu Dewa Niskala dan Prabu Susuktunggal menjadi seorang raja biasa.
Mengenai Mbah Jepra yang mempunyai nama asli Syekh Ja'far Shodiq dan Mbah Baul yang bernama asli Syekh Mambaul Ulum, keduanya merupakan Panglima Prabu Lingabuana.
Terlepas dari perbedaan versi sejarah tersebut, keempat situs makam yang dekat dengan lokasi tumbuhan langka bernama Rafflesia Arnoldi atau Bunga Bangkai ini menarik setiap pengunjung yang datang ke Kebun Raya Bogor.
Dari keempat situs makam ini, lebih lanjut pengunjung dapat mempelajari dan memahami sejarah kerajaan-kerajaan Tatar Sunda seperti Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Pakuan, Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Sunda yang diyakini berdiri antara tahun 1030-1579 masehi.
Bagi masyarakat sekitar, Kompleks Makam Keramat bukan hanya tempat bersejarah, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi dan budaya.
Pengunjung datang dengan berbagai tujuan, mulai dari berdoa, mencari ketenangan, hingga mempelajari sejarah dan budaya lokal.
Ada yang namanya raja, dan ada pula yang namanya maharaja. Misalnya, Prabu Wastu Kencana adalah maharaja yang juga disebut Ratu, karena raja tunggal.
Prabu Wastu Kencana tersebut mempunyai anak Prabu Linggabuana yang juga masih merupakan maharaja. Dari Prabu Linggabuana memecah dua kerajaan; Kerajaan Galuh dan Sunda.
Kerajaan Galuh diberikan kepada anaknya yang bernama Prabu Dewa Niskala. Sedangkan Kerajaan Sunda diberikan kepada anaknya yang bernama Prabu Susuktunggal.
Awalnya, baik Prabu Wastu Kencana maupun Prabu Linggabuana adalah maharaja. Kemudian, setelah kerajaan itu terpecah menjadi dua, Prabu Dewa Niskala dan Prabu Susuktunggal menjadi seorang raja biasa.
Mengenai Mbah Jepra yang mempunyai nama asli Syekh Ja'far Shodiq dan Mbah Baul yang bernama asli Syekh Mambaul Ulum, keduanya merupakan Panglima Prabu Lingabuana.
Terlepas dari perbedaan versi sejarah tersebut, keempat situs makam yang dekat dengan lokasi tumbuhan langka bernama Rafflesia Arnoldi atau Bunga Bangkai ini menarik setiap pengunjung yang datang ke Kebun Raya Bogor.
Dari keempat situs makam ini, lebih lanjut pengunjung dapat mempelajari dan memahami sejarah kerajaan-kerajaan Tatar Sunda seperti Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Pakuan, Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Sunda yang diyakini berdiri antara tahun 1030-1579 masehi.
Bagi masyarakat sekitar, Kompleks Makam Keramat bukan hanya tempat bersejarah, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi dan budaya.
Pengunjung datang dengan berbagai tujuan, mulai dari berdoa, mencari ketenangan, hingga mempelajari sejarah dan budaya lokal.
Ещё видео!