#TEMUKARYA05 #AncahTemuKarya #Mustamin #temukarya #GURUBANGKE
Cilokaq adalah salah satu jenis musik tradisional khas Suku Sasak yang hidup di tanah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Cilokaq tersebar di seluruh Pulau Lombok, bahkan hingga Sumbawa, namun musik ini lebih banyak berkembang di Lombok bagian timur dan tengah. Hal ini disebabkan karena cilokaq dipopulerkan oleh seniman Suku Sasak yang berasal dari Desa Sakra yang terletak di perbatasan antara Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Menurut cerita rakyat Sasak, kata cilokaq diambil dari kata seloka yang dalam bahasa Sasak berarti “untaian syair-syair yang berisi tentang nasehat, petuah, kritik sosial, aturan adat, atau doa”. Syair-syair ini ditulis dan diucapkan dalam bahasa Sasak. Dalam perkembangannya kemudian, dibuat sebuah lagu dengan iringan musik tradisional Sasak, seperti gendang, gambus, atau gong.
Sekarang ini banyak muncul kelompok-kelompok musik cilokaq yang menggabungkan dengan alat-alat musik modern, seperti gitar, bas, atau drum. Mereka mengatur musik mereka sendiri, merekam sendiri dalam compact disc, dan menjualnya sendiri ke toko-toko. Meskipun tidak sampai ke ranah nasional, mereka sudah bangga jika orang Sasak sendiri suka mendengarkan cilokaq.
Musik cilokaq disenandungkan oleh seorang biduan laki-laki atau perempuan. Biduan cilokaq biasanya berbusana adat Sasak, jika perempuan berkebaya dengan hiasan sanggul, adapun laki-laki menggunakan dodot (selempang tenun Sasak) dan ber-sapo’ (ikat kepala Sasak). Biduan perempuan akan berjoget seperti tarian tradisional Sasak, semisal jangger. Goyangan mereka terkadang tidak kalah dengan goyang dangdut, karena ini pula musik cilokaq semakin enak ditonton.
Ketika banyak anak muda di daerah lain yang kurang peduli dengan kebudayaan tradisional mereka, maka tidak demikian yang terjadi pada anak muda Sasak. Anak muda Sasak meski mereka bergaya modern dengan rambut Mohawk, celana pensil (kecil bagian bawah), menenteng komputer jinjing, blackberry, motor modifikasi, atau bermobil, namun tidak sedikit dari mereka selalu menyimpan lagu-lagu cilokaq di telpon genggam atau komputer jinjing mereka lalu mendendangkannya dengan menggunakan ear phone. Pemandangan ini tentu saja unik, karena tampak mereka memiliki kebanggaan tersendiri dengan musik tradisional mereka.
Menurut cerita anak-anak muda Sasak, kenapa mereka menyukai cilokak dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, lagu-lagu cilokak berbahasa Sasak, di mana ini selaras dengan bahasa pergaulan sehari-hari di Lombok sehingga lagu cilokaq mudah dipahami. Kedua, lagu-lagu cilokaq banyak berkisah tentang anak muda, seperti putus cinta, hidup bebas, atau midang (apel ke rumah pacar). Ketiga, musik cilokaq sudah banyak yang dibuat dengan gaya pop atau rock, sehingga anak muda semangat dalam menyanyikannya dengan irama yang mengentak. Keempat, musik cilokaq enak didengar dan enak didendangkan sambil berjoget. Kelima, musik cilokaq diperdengarkan di mana-mana sehingga anak-anak muda tertarik untuk mengapresiasi.
Jika mencermati alasan-alasan di atas, maka musik tradisional ternyata tidak identik dengan orang-orangtua. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat pada kesenian Jawa seperti wayang, ketoprak, atau tari-tarian tradisional yang hanya disukai oleh orang-orangtua, karena bahasa yang digunakan dalam kesenian tersebut adalah bahasa Jawa halus, di mana banyak anak muda yang tidak memahami. Namun, syukurlah saat ini di Jawa ada musik campursari, meski tidak; semeriah anak muda Sasak, musik campursari masih bisa merebut hati anak-anak muda Jawa.
Ещё видео!