TRIBUN-VIDEO.COM - Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia.
Selain itu, bulan Ramadhan juga sering disebut dengan bulan suci yang penuh keberkahan dan ampunan.
Maka tak heran jika bulan Ramadhan menjadi bulan yang paling dirindukan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Begitu banyak kegiatan positif yang dapat dilakukan di bulan penuh kebaikan ini tentu menambah semarak dan kekhidmatan dalam menapaki hari demi hari hingga menuju hari kemenangan.
Selain kegiatan keagamaan yang menghiasi bulan suci ini, satu yang paling ditunggu-tunggu yaitu kuliner khas Ramadhan.
Bubur dengan cita rasa gurih, terbuat dari beras, daging sapi, susu, rempah, dan santan ini menjadi makin istimewa karena diolah dengan resep khusus yakni minyak samin.
Minyak samin memiliki ciri khas warna kekuningan.
Bubur ini dibagikan secara gratis oleh takmir Masjid Darussalam.
Pembuatan bubur Samin dimulai sejak siang sekira pukul 11.30 WIB dengan meracik bumbu-bumbu yang digunakan dan mulai diolah oleh juru masak andalan masjid dan selesai hingga 15.00 WIB.
Warga Soloraya seperti Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, hingga Klaten banyak yang berbondong-bondong pergi ke Kota Solo untuk menemukan bubur ini sebagai menu takjil.
Biasanya setiap menjelang ashar sekitar pukul 16.00 WIB hingga adzan maghrib berkumandang, warga mulai berdatangan membawa tempat makan sendiri dan mulai memenuhi area masjid untuk antre sembari mendengarkan alunan tembang doa takmir Masjid.
Di tempat asalnya, Bubur Samin merupakan makanan biasa yang mudah ditemukan dan tidak harus menunggu saat Ramadan tiba.
Hal ini karena di Banjarmasin, setiap harinya pasti ada penjual yang menjajakkan bubur ini sehingga bubur samin juga dikenal dengan bubur banjar.
Namun berbeda ketika di Kota Solo, bubur ini tidak akan semudah itu ditemukan karena ada sejarah dibalik kehadirannya di kota ini.
Sekitar tahun 1907 banyak saudagar dan perajin batu mulia serta pendatang dari Martapura yang merantau ke Kota Solo.
Mereka kemudian mendirikan langgar atau musala di Jayengan dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu.
Di situlah perantau Martapura ini kemudian terus berkembang.
Hingga akhirnya pada tahun 1930-an, langgar atau musala yang sekian lama telah berdiri dan digunakan untuk berbagai aktivitas keagamaan kemudian dibangun kembali menjadi sebuah masjid dengan dinding tembok.
Masjid ini kemudian dikenal dengan nama Masjid Darussalam seperti saat ini.
Sejak dulu, selain digunakan sebagai tempat ibadah dan menjalankan aktivitas keagamaan, masjid ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan para saudagar di Kota Solo.
Ketika mereka berkumpul dan bersilaturahmi, terutama saat Bulan Ramadhan, bubur samin ini selalu dihidangkan sebagai takjil untuk kudapan berbuka puasa.
Berawal dari sebuah kebiasaan, takjil bubur samin ini kemudian berubah menjadi tradisi yang terus dilestarikan sejak sekitar tahun 1960-an hingga sekarang.
Dari tradisi yang dibawa oleh perantau akhirnya tradisi ini juga menjadi bagian dari daya tarik dan kuliner khas Ramadhan di Kota Solo.
Setelah sempat 2 kali bulan Ramadhan vakum akibat pandemi COVID-19, tahun ini Masjid Darussalam kembali mengadakan pembagian takjil bubur samin.
Sejalan dengan kelonggaran yang telah diberlakukan Pemerintah pada Bulan Ramadan tahun 2023 ini sejak tahun lalu.
Namun melihat antusiasme masyarakat yang selalu tinggi, protokol kesehatan yang ketat haruslah diterapkan agar tidak terjadi transmisi lokal ataupun kluster baru di lokasi tersebut.
Dalam rangka menghindari kerumunan dalam pembagian takjil bubur samin, untuk tahun ini pembagian akan dibagi menjadi 2 tahapan sehingga jumlah porsinya pun dibuat lebih banyak daripada Bulan Ramadan biasanya yaitu sebanyak 1.300 porsi.
Pembagian bubur ini dilakukan setiap hari selama Bulan Ramadhan dan dapat dinikmati secara gratis sebagai hidangan merakyat dengan cita rasa yang otentik.
Penasaran dengan bubur samin ini? Segera merapat ke Masjid Darussalam dan rasakan nikmatnya makanan khas Banjar, kudapan favorit-nya wong Solo. (Tribun-Video.co
Ещё видео!