Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sidang perkara dengan Nomor 77/PUU-XIV/2016 digelar Rabu (12/10) di Ruang Sidang MK. Permohonan ini diajukan oleh sejumlah warga negara Indonesia bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif memperjuangkan Keterbukaan Informasi dan Hak Asasi Manusia. Mereka adalah Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), Yayasan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Muhammad Djufryhard, dan Desiana Samosir.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon mendalilkan telah memperbaiki permohonan sesuai saran Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan di antaranya memperbaiki kedudukan hukum. “Pihak-pihak yang mewakili badan hukum privat dalam hal ini Pemohon 1, 2, dan 3, sesuai dengan penunjukannya di dalam akta pendirian anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sehingga mereka memiliki otoritas, memiliki hak untuk mewakili badan hukum privat tersebut di dalam persidangan ini,” tutur Wahyudi Djafar selaku kuasa Pemohon.
Dalam permohonannya, Pemohon menilai masa jabatan anggota Komisi Informasi (KI) sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UU KIP melanggar hak konstitusional para Pemohon. Masa jabatan anggota KI sebagaimana diatur dalam undang-undang a quo adalah empat tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. Pemohon menilai, ketentuan tersebut telah menutup akses bagi setiap warga negara yang hendak menjadi anggota KI. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh diangkatnya kembali lima anggota KI Gorontalo untuk periode kedua tanpa proses seleksi. Diangkatnya anggota KI secara sepihak oleh gubernur tersebut menyebabkan Muhammad Djufryhard, salah seorang Pemohon, tidak dapat mendaftarkan diri menjadi anggota KI. Lebih lanjut dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan bahwa jika anggota KI diangkat hanya dengan pertimbangan keputusan pemerintah (gubernur/bupati/walikota), tanpa melibatkan kekuasaan lain, seperti diatur oleh undang-undang, maka kinerja KI tersebut berpotensi bias kepentingan. Selain itu, ketentuan tersebut juga tidak menjamin perlindungan hak publik atas informasi. (Lulu Anjarsari/lul)
Ещё видео!