Padang, MISTAR.ID
Pacu jawi, yang berarti "balapan sapi" dalam bahasa Minangkabau, merupakan salah satu tradisi budaya unik yang berasal dari Tanah Datar, Sumatera Barat di Festival Pesona Minangkabau.
Acara ini telah menjadi warisan budaya yang menggambarkan semangat gotong royong masyarakat Minangkabau sekaligus sebagai bentuk hiburan rakyat.
Pacu jawi sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan berawal dari kebiasaan petani di Minangkabau yang merayakan akhir masa panen. Setelah sawah selesai digarap, mereka mengadakan perlombaan balap sapi di area persawahan yang masih berlumpur.
Tradisi ini bukan sekadar kompetisi, melainkan simbol kebersamaan dan rasa syukur kepada alam.
Pacu jawi juga menjadi ajang seleksi sapi terbaik, yang dianggap sebagai aset berharga dalam kehidupan petani.
Seorang joki berdiri di belakang dua ekor sapi, memegang alat pengendali berupa kayu yang diikatkan pada leher sapi. Joki harus menjaga keseimbangan sambil memacu sapi dengan suara dan gerakan tertentu.
Ketua Persatuan Olahraga Pacu Jawi (Porwi) Kabupaten Tanah Datar, Aresno Dt. Andomo, mengatakan pacu jawi sudah ada sejak tahun 17-an. Lahir di Minangkabau di negeri tertuanya Pariaman. Sudah dimulai berabad abad lalu. Karena belum ada satu bentuk kesenian Minangkabau tapi Pacu Jawi sudah mulai di Nagari Tuo Pariangan di Kabupaten Tanah Datar yang sekarang disebut sebagai Nagari Terindah Di Dunia.
Pacu Jawi ini dari rakyat untuk raykat yang merupakan tradisi kebudayaan yang beradab.
Pacu Jawi ini dilaksanakan setelah ada musyawarah dan mufakat ninik mamak dalam suatu nagari atau pengulu-pengulu dalam satu nagarin, kalau tidak maka tidak akan bisa terlaksanakan tradisi ini. Sehingga tradisi ini dikatakan tradisi anak nagari.
Pacu Jawi juga tidak hanya digelar setahun sekali tapi kini telah digelar setiap minggu. Di Kabupaten Tanah Datar sendiri sudah ada hak patennya di 4 Kecamatan, yakni di Kecamatan Pariangan, Kecamatan Lima Kaum, Kecamatan Sungai Tarab, dan Kecamatan Rambatan.
Setiap bulannya, selama empat bulan berturut-turut, pacu jawi berlangsung secara bergiliran di setiap 4 kecamatan di Kabupaten Tanah Datar.
Pacu jawi mencetuskan demokrasi yang khas di Minangkabau karena tidak dilakukan satu orang tetapi banyak orang saling bahu mebahu dan membantu.
Pacu Jawi ini tidak lomba, karena tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Siapa yang menentuka jawi (sapi) itu bagus adalah kalayak ramai. Bahkan sapi akan menjadi mahal. Sapi-sapi ini juga dihias menggunakan sunting untuk orang menikah dan diarak di kampung.
Kalau ada joki yang cidera dalam kegiatan ini maka dilakukan gotongroyong untuk mengobati joki.
Harmulis seorang joki pacu jawi yang sudah 5 tahunan menjadi Joki mengaku sangat senang dengan aktivitas pacu jawi ini.
Tak hanya itu, Adek yang juga seorang pacu jawi sejak 2009 dan mengaku pernah cidera. Meski tidak ada asuransi ia tetap ingin menjadi joki karena ada kesenangan tersendiri baginya.
Menurutnya sapi akan mengikuti perintah joki untuk berlari kencang dengan menggigit ekor sapi atau dipukul ekornya. Tapi akan lebih kencang lari sapi bila digigit ekornya.
Seorang masyarakat yg menonton pacu jawi, Risman merasa senang dan menikmati tradisi ini. Ia berharap kegiatan ini akan lebih maju lagi dan didukung terus oleh Pemerintah.(hm21/anita)
Baca Selengkapnya di [ Ссылка ]
#pacujawi #sumbar #padang #tradisipacujawi #sumaterabarat #sapi #tradisisumbar #minangkabau
Ещё видео!